Sidang Isbat Digelar 12 April, Ternyata Begini Cara Menentukan Awal Ramadan

Mengamati posisi hilal untuk menentukan awal Ramadan. (Ist.)
Mengamati posisi hilal untuk menentukan awal Ramadan. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan 2021 atau 1422 Hijriah akan digelar Kementerian Agama (Kemenag), Senin, 12 April 2021. Hasilnya siding ini menentukan awal ibadah puasa Ramadhan selama sebulan penuh.

Untuk menentukan awal Ramadan di Indonesia, Kemenag telah membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) sejak 1972. BHR bertugas melakukan hisab dan rukyatul hilal untuk menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijah. Kajian BHR dijadikan pertimbangan dalam menentukan tanggal awal dan akhir Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.

BACA JUGA:

Kalender Hijriah yang digunakan umat Islam berdasar peredaran bulan. Maka, penentuan awal bulan pada kalender Hijriah dilandasi penampakan hilal atau bulan sabit muda.

Nah, terdapat dua metode mengetahui penampakan hilal, yakni metode hisab dan metode rukyat.

Hisab merupakan metode menghitung posisi benda langit, terutama matahari dan bulan. Hisab secara harfiah berarti “perhitungan”. Hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi.

Posisi matahari menjadi penting karena menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu salat. Sementara posisi bulan diperkirakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini penting terutama untuk menentukan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Astronom Muslim yang mengembangkan metode hisab modern adalah Al Biruni, Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habash.

Kini, metode hisab telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Berbagai perangkat lunak yang praktis pun telah ada. Hisab sering kali digunakan sebelum rukyat dilakukan.

Salah satu hasil hisab adalah penentuan kapan ijtimak terjadi, yaitu saat matahari, bulan, dan bumi berada dalam posisi sebidang atau disebut pula konjungsi geosentris. Konjungsi geosentris terjadi pada saat matahari dan bulan berada di posisi bujur langit yang sama jika diamati dari bumi. Ijtimak terjadi 29,531 hari sekali atau disebut pula satu periode sinodik.

Sementara, rukyat adalah observasi benda-benda langit untuk memverifikasi hasil hisab. Rukyat merupakan aktivitas mengamati visibilitas hilal atau penampakan bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik seperti teleskop.

Aktivitas rukyat dilakukan saat menjelang terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini, posisi bulan berada di ufuk barat, dan bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari). Bila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki tanggal 1.

Namun, tidak selamanya hilal dapat terlihat. Jika selang waktu antara ijtimak dengan terbenamnya matahari terlalu pendek, maka secara ilmiah hilal mustahil terlihat, karena iluminasi cahaya bulan masih terlalu suram dibandingkan dengan “cahaya langit” sekitarnya. Dewasa ini rukyat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan canggih seperti teleskop yang dilengkapi CCD Imaging.

Dan sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2 Tahun 2004, penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan dengan mekanisme sidang isbat. Sidang isbat adalah musyawarah antara Menteri Agama dengan ormas Islam dan para pakar falak atau astronomi serta instansi terkait untuk memutuskan bersama berdasarkan data hisab dan pelaksanaan rukyatul hilal di seluruh Indonesia.

Berkaca dari pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, metode hisab dan rukyat pernah beberapa kali menghasilkan hasil berbeda dalam penentuan tanggal awal dan akhir Ramadan.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*