Rektor Paramadina: Kami Mendukung Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Paramadina Public Policy Institute mengadakan diskusi “Pengkerdilan KPK & Membaca Arah Politik Anti-Korupsi di Indonesia”. (KalderaNews.com/Dok. Univ.Paramadina)
Paramadina Public Policy Institute mengadakan diskusi “Pengkerdilan KPK & Membaca Arah Politik Anti-Korupsi di Indonesia”. (KalderaNews.com/Dok. Univ.Paramadina)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Akhir-akhir ini, ramai dibicarakan terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Menanggapi isu itu, Paramadina Public Policy Institute menggelar diskusi “Pengkerdilan KPK & Membaca Arah Politik Anti-Korupsi di Indonesia” secara virtual.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut Giri Suprapdiono (Direktur Sosialisasi & Kampanye Anti-Korupsi KPK), Dr. Thomas Power (University of Sydney), Dr. A. Khoirul Umam (Managing Director Paramadina Public Policy Institute), Razikin (PP Pemuda Muhammadiyah), Dr. Marzuki Wahid (Sekretaris Lakpesdam NU), dan dimoderatori Ikhsani (Mahasiswi PGSD).

BACA JUGA:

Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini mengajak semua pihak senantiasa mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi dan penyelenggaraan negara yang bersih. Saat menyinggung perkembangan terkini KPK ia menuturkan, “Test Wawasan Kebangsaan ini hanya dampaknya, ujungnya di amandemen UU KPK. Karena dalam demokrasi, kita harus melakukan kritik kepada pemerintah, negara yang menjalankan pemerintahan, agar tidak melenceng.”

Giri Suprapdiono, salah satu pegawai KPK yang dinonaktifkan lantaran tak lulus TWK memaparkan perjalanan panjang lembaga anti-korupsi di Indonesia. “Dalam perkembangan sejarah, lembaga anti-korupsi di Indonesia itu seperti poco-poco. Mulai dari 1954 membentuk lembaga anti korupsi yang bagus, tapi dibubarkan. Membentuk lagi 1967, bagus dibubarkan, 1977 dibangun lagi, bagus dibubarkan. Kemudian 1987 bikin lagi bagus, dibubarkan.”

Dan pada akhirnya muncul KPK pada sekitar tahun 2003. “Orang selalu mengulangi kesalahan yang sama. KPK yang sudah mulai efektif dan menunjukkan prestasi pemberantasan korupsi sekarang mulai direposisikan ulang. Politisi bercita-cita merevisi UU KPK merupakan salah satu bentuk poco-poco tadi. Ketika ini dijalankan, akhirnya coruptors fight back,” kata Giri.

Sementara, Thomas Power mengatakan bahwa ada tahapan-tahapan pelemahan KPK selama ini, yakni menempatkan sebagian elit politik di luar jangkauan KPK, intimidasi terhadap penyidik KPK, deligitimasi diskursif terhadap penyidik independen, pengangkatan perwira aktif Polisi menjadi pimpinan KPK, dan Revisi UU KPK.

Sedangkan Ahmad Khoirul Umam menyatakan, yang terjadi di KPK saat ini tidak terlepas dari fenomena politik. “Hampir semua lembaga anti korupsi di Indonesia secara historis mengalami penghancuran ketika sudah menyentuh lingkaran internal kekuasaan dan tidak ada leadership memadai untuk memberi proteksi terhadap lembaga anti korupsi,” katanya.

Marzuki Wahid menyatakan bahwa tindak korupsi adalah penghianatan berat terhadap amanat rakyat dan kedzoliman yang sangat berat. “Menurut ijma ulama, korupsi bukan hanya sekadar haram, tapi juga keharaman yang berat dan termasuk dosa besar. Tindak pidana korupsi itu extra ordinary crime, karena melawan kemanusiaan hukum dan syariat. Menurut Al-Quran dan hadits, semua mengharamkan korupsi dengan berbagai bentuknya,” ujarnya.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*