
JAKARTA, KalderaNews.com – Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 88,2 persen pelajar usia 12-17 tahun bersedia divaksin. Alasan mereka, agar terhindar dari paparan Covid-19 dan dapat segera mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah.
Survei KPAI ini bertajuk “Persepsi Peserta Didik Terkait Vaksinasi Anak Usia 12-17 Tahun”. KPAI pun mendorong percepatan dan pemerataan vaksin di kalangan pelajar.
BACA JUGA:
- Tarakanita Dukung Program Percepatan Vaksinasi Covid-19
- Duh, di Kabupaten Semarang Belum Ada Siswa yang Divaksin
- Gara-Gara Pelajaran Biologi, Alumnus PENABUR Ini Menjadi Salah Satu Pemegang Hak Paten Vaksin AstraZeneca
Survei ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google Form dan diikuti 86.286 responden dari jenjang pendidikan SD/MI, SMP/Mts, MA/SMA/SMK, termasuk Sekolah Luar Biasa (SLB).
Responden berasal dari 34 provinsi di Indonesia, bahkan peserta didik dari Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN). Survei digelar 3-9 Agustus 2021.
Banyak responden dalam survei ini yang menyatakan belum divaksin, lantaran belum mendapatkan kesempatan. Data survei menunjukkan bahwa dari 86 ribu lebih responden, sebesar 88,2 persen menyatakan siap untuk divaksin. Sementara yang ragu-ragu ada 8,5 persen, dan yang menolak divaksin sekitar 3,3 persen responden.
“Tetapi, dari yang menyatakan bersedia divaksin tersebut, baru 35,9 persen yang sudah mendapatkan vaksin. Sedangkan 64,1 persen di antaranya belum divaksin,” papar Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti.
Data ini menggambarkan bahwa masih ada persoalan vaksinasi anak yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia.
Alasan responden bersedia divaksin adalah sebanyak 47,3 persen mengatakan agar tubuhnya memiliki antibodi terhadap virus Covid-19 dan 24,3 persen menyatakan agar segera dapat mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM), karena Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dinilai kurang efektif, serta susah untuk dimengerti.
Sementara sisanya menyatakan alasan lain, misal karena disuruh orangtua, merasa ini kewajiban, agar bisa berpergian ke mana saja, dan ada yang menyatakan agar dapat bantuan sosial dari pemerintah.
Sedang responden yang tidak bersedia divaksin beralasan khawatir ada efek vaksin sebanyak 36,7 persen dan merasa tidak perlu divaksin yang penting menerapkan protokol kesehatan sebanyak 15,3 persen. Responden yang memiliki kormobid sehingga secara medis tidak bisa di vaksin sebanyak 10 persen.
“Meski angka yang menolak divaksin hanya 3,3 persen dari 86.286 responden, tapi hal ini perlu menjadi pertimbangan untuk ditindaklanjuti. Misal melalui pendekatan berbasis sekolah atau madrasah yang melibatkan pendidik,” kata Retno.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply