Mengapa Suporter Sepak Bola Sering Rusuh? Ini Kata Pakar Psikologi Sosial

Suporter sepak bola Indonesia. (Ist.)
Suporter sepak bola Indonesia. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Sebanyak 127 orang tewas dalam kerusuhan usai pertandingan sepak bola Liga 1 antara tim Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang.

Tragedi Kanjuruhan ini tercatat sebagai pertandingan sepak bola paling mematikan nomor 2 di dunia. Yang pertama terjadi pada 24 Mei 1964, Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru, yang menewaskan 328 orang.

Kerusuhan saat pertandingan sepak bola di Tanah Air ini bukanlah hal yang baru. Mulai tingkat nasional hingga antar kampung, pertandingan sepak bola kerap memicu kericuhan.

BACA JUGA:

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Pengajar Psikolog Universitas Gadjah Mada, Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph.D., Psikolog menjelaskan, tindak kekerasan maupun vandalisme yang dilakukan oleh suporter sepak bola terjadi karena dipengaruhi oleh jiwa massa.

“Anarkisme yang terjadi pada suporter bola ini karena jiwa massa,” katanya seperti dikutip dari laman UGM.

Prof. Koentjoro mengatakan bahwa seseorang atau individu dapat bersikap berbeda saat berada di tengah massa atau gerombolan. Ketika berada di tengah massa, individu akan terdorong untuk melakukan tindakan yang tidak akan dilakukan saat sedang sendiri.

“Jiwa massa ini timbul ketika berada di antara massa dan memunculkan perilaku aneh yang saat dia sendirian tidak akan berani melakukan hal-hal itu. Apalagi ditambah dengan mengenakan pakaian atau atribut yang kemudian menggambarkan itu adalah satu bagian,” papar Prof. Koentjoro.

Berkerumun ditambah dengan adanya atribut kelompok massa, menurut Prof. Koentjoro, akan mendorong seseorang berani melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan saat sendiri. Tak hanya pada suporter bola, hal itu juga terjadi pada kerumunan massa lainnya seperti kampanye maupun demo.

Lalu bagaimana mencegahnya?

Untuk mencegah kericuhan massa, Prof. Koentjoro menyampaikan, pentingnya upaya pengendalian massa. Pengendalian massa bisa dilakukan dengan memecah massa dalam kelompok-kelompok lebih kecil agar jiwa massa tidak terlalu solid.

“Sangat penting memecah massa agar tidak terkonsentrasi menjadi satu,” kata Prof. Koentjoro.

Maka, lanjut Prof. Koentjoro, aparat keamanan mesti membuat pengaturan waktu kepulangan suporter dalam beberapa kloter. Selain itu, aparat juga bisa mengatur rute untuk memecah kerumunan.

“Untuk mencegah kericuhan perlu memecah konsentrasi massa baik lewat pengaturan waktu ataupun rute,” ujar pengajar Psikologi Sosial UGM itu.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*