
JAKARTA, Kalderanews.com — Di Hari Pers Nasional yang diperingati hari ini, laporan tahunan Trust Barometer terbaru dari firma PR Edelman memperlihatkan hal yang kurang menggembirakan. Hal itu terutama bagi para mahasiswa Jurnalistik. Profesi wartawan yang umumnya menjadi dambaan mereka, menjadi salah satu profesi yang paling tidak dipercaya, menurut laporan itu.
Laporan tersebut memuat hasil survei online Edelman terhadap 32.000 responden di 23 negara yang menunjukkan jurnalis berada di titik terendah memperoleh kepercayaan. Mereka hanya lebih baik dibandingkan dengan pejabat pemerintah. Yang paling dipercaya adalah saintis, teman, rekan sekerja dan warga di sekitar.
Survei tersebut yang dipublikasikan awal tahun ini, mengatakan hanya 50 persen responden yang yakin wartawan bekerja dengan benar. Survei itu juga mendapati bahwa pada umumnya kalangan media menyadari rendahnya kepercayaan terhadap mereka.
BACA JUGA:
- Inilah 3 PTS yang Punya Jurusan Jurnalistik di Jabodetabek, Intip Biayanya Yuk
- British Council Buka Pendaftaran Beasiswa Pelatihan Jurnalistik ke Skotlandia
- Mengapa Keluarga Mampu Indonesia Tetap Getol Cari Bebasiswa? Ini Jawabnya
Yang sedikit menghibur, bukan hanya informasi dari media yang mendapat respons skeptis dari masyarakat, melainkan hampir semua informasi. LSM, lembaga pemerintah dan dunia bisnis berjuang keras untuk mendapatkan kepercayaan di tengah publik yang terpolarisasi. Demikian studi Edelman.
Bagaimana sebaiknya wartawan mengatasi hal ini? Julia Angwin, pendiri The Markup, sebuah situs berita yang menekuni akuntabilitas data, membeberkan pemikirannya, dalam surat perpisahannya setelah lima tahun di institusi yang didirikannya itu. Pemikirannya dibagikan kembali oleh Nieman Journalist Lab, sebuah lembaga pemikir Jurnalisme yang disponsori oleh Nieman Foundation di Universitas Harvard.
Angwin merumuskan pandangannya dalam 10 poin. Di sini hanya beberapa yang paling relevan dengan upaya membangun kepercayaan pembaca yang disajikan. Salah satunya tentang perlunya wartawan menjelaskan kepada pembaca metode kerja yang mereka pakai.
“Wartawan memiliki masalah kepercayaan. Sekarang semua orang di dunia dapat menebitkan (berita), jurnalis harus bekerja lebih keras untuk membuktikan bahwa cara kerja mereka dalam menemukan kebenaran adalah versi yang paling kredibel,” kata dia.
Menurut dia, dengan mengungkapkan bagaimana metode dan bukan hanya hasilnya, dapat membangun kepercayaan pembaca sekaligus meningkatkan jumlah pembaca.
“Saya telah menemukan bahwa menunjukkan cara kerja saya — berbagi seluruh kumpulan data, kode yang digunakan untuk menganalisis data, dan metodologi yang luas — membangun kepercayaan pembaca. Sebagai bonus tambahan, metodologi seringkali mendapatkan lebih banyak trafik situs web dari waktu ke waktu daripada artikel naratif,” kata Angwin.
Hal lain yang dikemukakan oleh Angwin adalah perlunya menomorsatukan isu-isu penting daripada sekadar untuk mengungkap yang tersembunyi. Dahulukan hal “important” daripada yang “secret.” Untuk itu isu-isu yang diutamakan adalah yang berdampak lebih luas bagi kehidupan publik.
Angwin juga mengetengahkan perlunya merumuskan hipotesis sebelum mengumpulkan informasi. Kata dia, wartawan sering tergoda untuk langsung menganalisis data tanpa berangkat dari hipotesis. Padahal, berita yang paling akuntabel berangkat dari hipotesis.
Selanjutnya Angwin menyarankan perlunya wartawan membangun database sendiri. “Data memiliki kekuatan yang besar. Siapa yang berhasil mengumpulkannya ia memiliki kekuasaan memilih mana yang ditonjolkan mana yang diabaikan,” kata dia.
Pihak atau institusi yang memiliki data seringkali enggan untuk membuka data yang bisa melemahkan mereka. Oleh karena itu, Angwin mendorong media mengumpulkan data sendiri dan mempekerjakan ahli data dan pakar.
Angwin menekankan pentingnya pendekatan sains dalam penulisan berita. Wartawan, menurut dia, umumnya generalis. Oleh karena itu diperlukan tinjauan dan bantuan para spesialis atas data dan berita yang mereka tulis.
Hal lain yang juga penting adalah dilema antara keberimbangan (fairness) dan objektifitas. Wartawan sering berdebat mana dari keduanya yang utama. Tanpa mengabaikan yang pertama, Angwin mengatakan wartawan perlu mengutamakan terakhir. Wartawan harus objektif untuk mengakui apa yang ia tahu dan apa yang tidak. Keterbatasan tersebut harus diungkapkan kepada publik dan hal itu akan meningkatkan kepercayaan.
Jadi, guys, tetap semangat ya!
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply