UII Tambah 2 Profesor Baru di Bidang Ilmu Hukum Pidana Serta Bidang Media dan Jurnalisme

Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. (Dok.UII)
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. (Dok.UII)
Sharing for Empowerment

YOGYAKARTA, KalderaNews.com – Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengukuhkan profesor untuk bidang Ilmu Hukum Pidana serta bidang Media dan Jurnalisme.

Kali ini jabatan akademik tertinggi tersebut diraih oleh Hanafi Amrani, S.H., M.H., LL.M., Ph.D. dan Dr.rer.soc. Masduki, S.Ag., M.Si..

Keduanya menerima Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia bersamaan pada Senin 27 November 2023.

BACA JUGA:

Acara penerimaan SK profesor itu dilakukan di Gedung Kuliah Umum, Prof. Dr. Sardjito Kampus Terpadu UII.

Prosesi serah terima SK kepada profesor ini dihadiri oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D dan para petinggi lainnya.

Prof. Fathul Wahid dalam sambutannya menyampaikan rasa syukurnya akan capaian yang diraih oleh kedua dosen UII ini.

UII Punya Total 40 Profesor

Dengan jumlah total 40 orang profesor, Prof. Hanafi Amrani menjadi profesor ke-12 di Program Studi Hukum.

Sementara Prof. Masduki adalah yang pertama meraih jabatan akademik tertinggi ini pada studi Ilmu Komunikasi, bahkan di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII sendiri.

Capaian ini tentu semakin menggenapi kesyukuran bersama keluarga besar UII, terutama sebagai bentuk prestasi institusional bagi perguruan tinggi ini.

Pada kesempatan kali ini, Prof. Fathul Wahid menyoal kebebasan saintifik sebagai bahan refleksi bersama untuk para hadirin, terutama bagi dua orang profesor baru.

Kebebasan menurutnya merupakan pilar utama dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Dengannya lah para ilmuwan mampu menjelajahi ide.

Ilmuwan juga diharapkan bisa mencari dan menemukan kebenaran, serta berinovasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.

Ia juga mengutip beberapa pemikiran filsafat klasik tentang ilmu pengetahuan serta bagaimana kebebasannya.

Dari kontemplasinya, ditarik nilai bahwa kebebasan saintifik erat kaitannya dengan kemandirian individu dalam berpikir.

Sehingga buah pikirnya adalah murni untuk kepentingan pengetahuan universal, bukan untuk ihwal pribadi atau kalangan tertentu semata.

“Kebebasan saintifik, ketika dipandu oleh prinsip etis, berkontribusi pada pengejaran pengetahuan yang universal, memberikan manfaat bagi kemanusiaan secara keseluruhan,” tutur Fathul Wahid.

Tentunya, kebebasan saintifik juga menemui beragam hambatan dan tantangan. Etika yang menjadi landasan pada mulanya, dapat berubah muka menjadi tantangan yang perlu dimitagasi.

Karena hasil penelitian mungkin saja berdampak pada masyarakat serta lingkungan. Selain itu, independensi yang menjadi nilai untuk kemandirian intelektual juga kerap terjegal.

Terutama karena masalah ketergantungan ilmuwan akan finansial dan politik. Hal-hal semacam ini yang menurut Fathul perlu dimitigasi demi mengentaskan ketimpangan dalam kebebasan saintifik.

“Tanpa ketaatan terhadap koridor etika, Kebebasan saintifik dapat disalahgunakan, seperti dalam kasus riset yang dapat membahayakan keamanan publik. Karenanya, konsekuensi sosial dari kebebasan saintifik harus dikelola dengan bijak dan bertanggung jawab,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*