
JAKARTA, KalderaNews.com – Kemendikdasmen mengusulkan tiga skema konsep baru PPDB ke Presiden. Salah satu di antaranya adalah perihal sistem zonasi.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya telah menyerahkan konsep Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kepada Presiden Prabowo Subianto.
“Nah konsepnya, konsep yang kita sebut sebagai konsep yang baru itu sudah selesai. Sudah kami serahkan kepada Pak Presiden melalui Pak Sekretaris Kabinet,” ucap Mu’ti.
BACA JUGA:
- Permendikdasmen Pertama Menteri Abdul Mu’ti Diterbitkan, Begini Isi Aturannya!
- 3 Opsi Libur Sekolah Selama Bulan Ramadan yang Diungkapkan Mendikdasmen, Apa Saja?
- Resmi! Mendikdasmen Tetapkan Besaran Dana BOP dan BOS 2025 Mulai PAUD Hingga SMA, Ini Besaran Nominalnya
Tiga skema dalam konsep PPDB baru yang diusulkan Kemendikdasmen
Adapun mengenai soal bentuk konsep PPDB dijelaskan oleh Wakil Mendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq ada tiga skema.
Skema pertama yakni mengena penerapan yang baru. Sementara dua lainnya yaitu zonasi dengan perbaikan dan masih menggunakan skema lama.
“Ya kami menunggu sidang kabinet di Bapak Presiden, prinsipnya kami dari Kementerian, Pak Abdul Mukti sudah menyiapkan beberapa skema usulan ke Bapak Presiden. Setelah ini menunggu rapat dari Bapak Presiden kapan dibahas,” ungkap Fajar.
Mungkinkah sistem zonasi dihapus?
Mu’ti menyebut keputusan soal penetapan konsep PPDB ini bisa saja langsung ditetapkan Prabowo atau lewat sidang kabinet. Termasuk soal apakah zonasi dihapus atau tidak.
“Sampai nanti ada keputusan, apakah diputuskan langsung oleh Pak Presiden ataukah nanti lewat sidang Kabinet. Itu tunggu sampai pada waktunya tiba,” ujar Mu’ti.
Sebelumnya, Mu’ti telah menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyiapkan dua skema perbaikan dalam sistem zonasi di PPDB. Salah satunya zonasi masih ada tapi sifatnya lebih fleksibel.
Skema tersebut mengaca pada kasus siswa yang sulit mendaftar ke sekolah tertentu karena daerahnya berbeda secara administratif. Padahal secara domisili siswa ke sekolah jaraknya dekat.
“Misalnya begini, orang yang tinggal di Ciputat kemudian (jaraknya) dengan Jakarta lebih dekat dibandingkan harus ke Tangerang Selatan. Nah, karena zonasi itu kan dia enggak boleh ke Jakarta, walaupun secara jarak lebih dekat,” jelas Mu’ti.
Atas permasalahan itu, siswa jadi harus daftar ke sekolah yang sesuai ketentuan yakni yang jauh dari rumah. Menurut Mu’ti kasus ini menjadi evaluasi dalam pengkajian zonasi.
“Cuma karena wilayah administrasinya itu berbeda, dia tidak bisa ke situ. Harus ke sekolah yang dalam wilayahnya padahal sekolahnya mungkin lebih jauh. Nah, yang begini kan harus kita lihat,” tambahnya.
Jika zonasi masih tetap diadakan, maka Kemendikdasmen akan mengadakan perbaikan dalam hal kuota. Misalnya, SD bisa saja memiliki kuota sampai 90%, SMP 30-40%, sedangkan SMA tak menggunakan zonasi melainkan rayonisasi.
“Tapi persentasenya (untuk zonasi) yang dikurangi cukup 10% saja misalnya. Yang lain melalui tempat lain (jalur penerimaan lain) prestasi, afirmasi, atau mutasi,” pungkas Mu’ti.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply