JAKARTA, KalderaNews.com-Donald Trump melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing. Keputusan ini pun menuai kontroversi dari berbagai pihak. Apa alasannya?
Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional.
Keputusan ini berdampak langsung pada ribuan mahasiswa asing yang saat ini menempuh pendidikan di universitas prestisius tersebut, memaksa mereka untuk pindah ke institusi lain atau menghadapi risiko kehilangan status legal mereka di AS.
BACA JUGA:
- Alumni S1 Harvard Ini Sumbang Almamaternya Rp4,3 Triliun, Namanya Langsung Dipakai jadi Nama Kampus S2
- Cikal founder Najelaa Shihab has been selected as the first Fellow from Indonesia at Harvard Graduate School of Education!
- Heboh! Beredar Tugas Anak Kelas 8A Harus Chatting Donald Trump, Bill Gates dan Frank Zukenberg
Langkah tegas ini diumumkan oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri, Kristi Noem, yang memerintahkan pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran Harvard untuk tahun ajaran 2025–2026.
Ia menyatakan, “Merupakan hak istimewa, bukan hak, bagi universitas untuk menerima mahasiswa asing dan mendapatkan keuntungan dari biaya kuliah yang lebih tinggi untuk membantu menambah dana abadi mereka yang bernilai miliaran dolar.”
Noem juga menuding Harvard telah “mendorong kekerasan, antisemitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis China.” Tuduhan tersebut dilontarkan menyusul penolakan Harvard untuk menyerahkan data terkait visa mahasiswa asing dan aktivitas protes yang terjadi di kampus.
Keputusan pemerintah AS mengancam visi akademik kampus
Sebagai tanggapan, pihak Harvard menyebut keputusan pemerintah sebagai bentuk pembalasan politik. Dalam pernyataan resminya, pihak universitas menegaskan bahwa tindakan pemerintah AS merusak misi akademis.
“Tindakan pembalasan ini mengancam kerugian serius bagi komunitas Harvard dan negara kita, serta merusak misi akademis dan penelitian Harvard.”
Harvard juga menyatakan bahwa langkah ini “melanggar hukum” dan tidak sejalan dengan prinsip kebebasan akademik.
Sementara itu, data menunjukkan bahwa hampir 6.800 mahasiswa internasional terdaftar di Harvard pada tahun ajaran 2024–2025 atau sekitar 27 persen dari keseluruhan mahasiswa.
Warga negara Tiongkok menjadi kelompok terbanyak, disusul oleh mahasiswa dari Kanada, India, Korea Selatan, dan negara-negara lain.
Tuai reaksi keras dari berbagai kalangan
Keputusan ini menuai reaksi keras dari banyak kalangan, termasuk dari legislatif. Anggota DPR AS dari Partai Demokrat, Jaime Raskin, menyebut pencabutan izin itu sebagai “serangan yang tidak dapat ditoleransi terhadap independensi dan kebebasan akademis Harvard.”
Sementara itu, Trump menegaskan bahwa kebijakannya adalah bagian dari upaya untuk “membersihkan” kampus-kampus dari pengaruh ideologi “Marxis dan anti-Amerika”
Ia juga mengancam akan mengambil tindakan serupa terhadap universitas lain, termasuk Columbia University, jika dinilai melanggar nilai-nilai yang menurutnya sejalan dengan Amerika.
Di sisi lain, Aaron Reichlin-Melnick dari American Immigration Council menyebut kebijakan ini tidak adil. “Tidak seorang pun dari mereka melakukan kesalahan, mereka hanya korban tambahan bagi Trump,” ujarnya.
Tak hanya soal visa, pemerintah juga menghentikan tambahan dana hibah federal senilai 60 juta dollar US bagi Harvard dengan dalih kampus gagal mengatasi isu diskriminasi etnis dan antisemitisme.
Situasi ini semakin memanaskan hubungan antara pemerintahan Trump dan institusi pendidikan tinggi di AS.
Harvard sendiri kini tengah menggugat pemerintah untuk memulihkan dana yang dibekukan serta mempertahankan hak mereka dalam menerima mahasiswa asing.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com


Leave a Reply