Seragam Sekolah Tembus Rp2 Juta, Wali Murid SMP Negeri Tangsel Kelimpungan

Seragam sekolah. (Ist.)
Seragam sekolah (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

TANGERANG SELATAN, KalderaNews.com – Sejumlah orang tua siswa di Kota Tangerang Selatan mengeluhkan mahalnya harga seragam di SMP negeri yang mencapai jutaan rupiah, ditambah dugaan kewajiban pembelian melalui koperasi sekolah.

Dikutip dari hasil penelusuran Tangsel_Update menunjukkan harga seragam di SMP negeri bervariasi, namun rata-rata mencapai Rp1 juta lebih.

Di SMPN 1 Tangsel, misalnya, seragam untuk siswa laki-laki dibanderol Rp1,14 juta, sedangkan untuk siswa perempuan Rp1,35 juta. Sementara di SMPN 8 Tangsel harganya Rp1,445 juta, dan di SMPN 11 Tangsel mencapai Rp950 ribu.

BACA JUGA:

Salah satu wali murid menuturkan, pembayaran seragam harus dilakukan secara tunai, sehingga cukup memberatkan.

“Kemarin pas bayar, saya tanya yang lain juga, nggak ada yang bisa nyicil. Semua bayar lunas,” ujar salah seorang wali murid pada pekan kedua Juli 2025 menjelang tahun ajaran baru.

Di SMPN 12 Tangsel, wali murid lain mengaku mengeluarkan biaya hingga Rp1,7 juta untuk seragam olahraga, seragam batik, baju muslim, atribut sekolah, serta biaya tambahan seperti Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) dan tes IQ.

“Kami diarahkan untuk ambil seragam di salah satu kelas. Di sana ada petugas yang mengaku dari Komite Sekolah,” ujar Kurnia, salah satu orang tua murid, ditemui terpisah, beberapa waktu lalu.

Wajib membeli seragam sekolah di koperasi

Sementara di SMPN 9 Tangsel, wali murid mengungkapkan bahwa mereka diminta membeli seragam melalui koperasi sekolah. Menurut mereka, pembelian di koperasi sekolah seolah menjadi satu-satunya pilihan karena tidak ada alternatif lain yang ditawarkan.

Koperasi sekolah menetapkan harga hingga Rp2,05 juta untuk seragam lengkap, mulai dari pakaian seragam Senin-Jumat, seragam olahraga, sepatu, hingga perlengkapan kecil seperti topi dan dasi.

“Semuanya lengkap, (seragam) dari Senin sampai Jumat, seragam olahraga, sepatu, sampai perlengkapan kecil kayak topi dan dasi,” ungkap Ana, salah satu wali murid SMPN 9.

Pihak sekolah membantah mewajibkan pembelian seragam di koperasi. Azis, Ketua Koperasi SMPN 9 Tangsel, mengatakan koperasi hanya menyediakan seragam tertentu yang tidak dijual di luar sekolah, seperti almamater dan topi berlogo sekolah.

“Jadi seragam tidak diwajibkan. Cuma yang di sini disediakan yang tidak ada di luar, seperti contohnya almet, topi kan ada logonya. Kalau seragam putih biru kan banyak di luar,” kata Azis saat ditemui di sekolah, beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, seragam yang wajib dibeli di koperasi hanya sekitar Rp700 ribu. Namun, jika orang tua memilih membeli seluruh paket seragam di koperasi, total biayanya mencapai Rp2,05 juta.

Humas SMPN 9 Tangsel akui tidak Kelola seragam

Dede, Wakil Humas SMPN 9 Tangsel, menegaskan sekolah tidak mengelola penjualan seragam, melainkan diserahkan kepada koperasi sekolah yang memiliki badan hukum.

 “Item-nya hanya seragam saja, itu pun untuk memudahkan kebutuhan siswa. Jadi kita cover, tapi yang mengelola adalah koperasi yang berbadan hukum,” ujarnya.

Ketua Komisi 2 DPRD Kota Tangerang Selatan, Ricky Yuanda Bastian, menilai praktik pembelian seragam dengan harga tinggi tersebut merupakan pungutan liar (pungli) terselubung.

Ia menekankan bahwa sekolah seharusnya menyajikan rincian harga seragam dengan jelas, serta memberikan kebebasan kepada orang tua untuk membeli di luar sekolah. “Iya itu salah satu bentuk pungli (pungutan liar). Kita akan cek nanti,” katanya.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, juga mengkritik keras praktik penjualan seragam melalui koperasi atau komite sekolah. Menurutnya, pola ini terus terjadi karena tidak ada penindakan tegas.

“Modusnya bisa tiga, langsung lewat sekolah, koperasi, atau komite. Intinya, orang tua dipaksa beli di tempat yang sudah ditentukan dan tidak boleh beli di luar. Ini jelas pelanggaran,” tegas Ubaid, Senin (14/7/2025).

Praktik ini terjadi setiap tahun

Ia menambahkan, praktik seperti ini semakin membebani orang tua dan melemahkan prinsip pendidikan yang inklusif, terutama bagi keluarga kurang mampu.

Sementara Doni Nuryana dari Ikatan Alumni Sekolah Antikorupsi (Ika Sakti) Tangerang Raya mengatakan, praktik ini selalu terjadi setiap tahun tanpa sanksi dari Dinas Pendidikan.

“Praktik nya berjalan setiap tahun, tapi Dikbud Tangsel seolah tutup mata, tidak ada sanksi atau semacamnya, termasuk inspektorat,” ucap Doni.

Ia mendorong adanya evaluasi terhadap pejabat di dinas pendidikan Tangsel agar ada tindakan nyata. “Evaluasi Kadis dan Kabid SMP perlu, supaya ada tindakan tegas, jangan seolah dibiarkan liar dengan harga yang tidak wajar dan terjadi setiap tahun,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*