SURABAYA, KalderaNews.com — Di tengah pandemi Covid-19 yang tengah mewabah, seorang dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mampu menorehkan prestasi gemilang di tingkat internasional. Ia adalah Sri Fatmawati Ssi MSc PhD, pengajar dari Departemen Kimia ITS.
BACA JUGA:
- Waktu SMA Dia Pernah Tidak Lulus Pelajaran Kimia, tetapi Kelak Meraih Nobel Bidang Kimia. Siapa Dia?
- 280 Beasiswa Pertamina Foundation buat Mahasiswa Terdampak Covid-19 Tutup 2 Mei 2020
- Berikut Ini Deadline Lengkap Beasiswa DAAD 2020 untuk Kuliah S2 dan S3 di Jerman
- Pendaftaran Beasiswa Prima Bankaltimtara Buat Mahasiswa S1/D3 Tutup 4 Mei 2020
- Deadline Beasiswa YBM BRI Khusus untuk Mahasiswa S1 Muslim 26 April 2020
- Ada 10.000 Beasiswa untuk Pelajar/Mahasiswa dari Indosat, Mau?
- Beasiswa Parsial S1 dan S2 University of East Anglia di Inggris Tutup 14 Juni 2020
- Beasiswa Santri Berprestasi 2020, Pendaftaran Sampai 30 April 2020
Sri Fatmawati berhasil mendapatkan kehormatan untuk bergabung menjadi anggota akademi internasional bergengsi, Global Young Academy (GYA). GYA merupakan akademi ilmu pengetahuan ilmuwan muda di seluruh dunia yang bertujuan sebagai wadah kolaborasi dan dialog internasional. Tahun ini terdapat 40 anggota baru yang berasal dari 30 negara terpilih menjadi anggota GYA. Dan Fatma, sapaan akrabnya, merupakan satu-satunya anggota baru GYA 2020 yang berasal dari Indonesia.
Perempuan berdarah Madura ini mengungkapkan, untuk masuk dalam jajaran anggota GYA, harus melewati perjalanan panjang dan seleksi yang amat ketat. Pasalnya, GYA benar-benar menjaring ilmuwan yang memiliki expertise atau keahlian yang baik. “Untuk menjadi anggota GYA tak mudah. GYA melihat latar belakang dan rekam jejak di bidang ilmu pengetahuan,” tutur istri Adi Setyo Purnomo SSi MSc PhD ini.
Tak hanya pengalaman dalam riset, Fatma melanjutkan, tapi juga harus memberikan kontribusi kepada masyarakat, keaktifan anggota di bidang ilmu pengetahuan, visi misi yang dimiliki, serta cara mentransfer ilmu yang dimiliki kepada publik. “Selain itu, meski usia tak menjadi patokan, namun anggota GYA harus memiliki gelar doktor dalam kurun waktu tiga sampai 10 tahun,” paparnya.

GYA juga sangat mengapresiasi karya paper dan kolaborasi yang telah dibuat dengan beberapa negara lainnya. “Alhamdulillah, saya sudah berhasil berkolaborasi dengan beberapa negara, seperti Jepang, Perancis, dan Malaysia,” ungkap perempuan yang pernah mendapat penghargaan internasional dari raksasa kosmetika asal Perancis, L’Oreal dengan organisasi pendidikan PBB, UNESCO.
Hingga kini, Fatma telah menghasilkan 30 paper dan 20 penelitian. Atas kerja keras dan prestasi mengagumkan yang dimiliki, ia dinilai layak menjadi bagian dari GYA dan rencananya akan dilantik pada Juni 2020 mendatang di Jerman.
Perempuan kelahiran 3 November 1980 ini mengaku, bersama 39 anggota GYA lainnya melakukan kerja sama keterbukaan ilmu pengetahuan. Ibu dari Fahira Yumiko Azzahra dan Filza Michiko Farzama ini juga menjabat sebagai Presiden Organization for Women in Science for the Developing World (OWSD) Indonesia.
Dengan masuknya Fatma sebagai anggota GYA, artinya ada dua akademisi asal Indonesia yang menjadi anggota GYA. Satu lagi adalah Felycia Edi Soetaredjo Ph.D, dosen di Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) yang telah menjadi anggota GYA sejak 2016. (yp)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.


Leave a Reply