
JAKARTA, KalderaNews.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menemui mahasiswi yang diduga korban kekerasan seksual di kampus Universitas Riau (UNRI) di kantor Kemendikbudristek, Jakarta.
Menteri Nadiem menegaskan komitmen penghapusan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan serta memberikan dukungan moril kepada korban.
“Saya sangat berempati atas insiden yang terjadi. Semoga korban bisa terus menjaga semangat dan kami berdiri dibelakang korban dalam perjuangannya. Saya tahu ini tidak mudah, tetapi terima kasih telah berani bersuara dan berjuang,” kata Menteri Nadiem.
BACA JUGA:
- Inilah Sederet Sanksi dalam Permendikbudristek PPKS, Cegah Kekerasan Seksual di Kampus!
- Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Inilah Salinan Resmi Permendikbudristeknya
- Mendikbudristek Janji Fokus Atasi Dosa Kekerasan Seksual
Kemendikbudristek bersikap tegas untuk terus mengedepankan kebijakan-kebijakan yang bersifat pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di seluruh tingkat satuan pendidikan.
Di samping intoleransi dan perundungan, kekerasan seksual merupakan salah satu dari “Tiga Dosa Besar Pendidikan” yang dampaknya dapat mengakibatkan trauma jangka panjang dan memberikan pengaruh buruk terhadap keberlanjutan hidup korban.
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 merupakan wujud nyata dari upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
“Poin terpenting dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 adalah keberpihakan kepada korban. Sehingga korban mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk memproses kasusnya serta mendapatkan pemulihan,” tegas Menteri Nadiem.
“Saat ini, Kemendikbudristek sedang memproses pemeriksaan berdasarkan rekomendasi Satgas UNRI untuk diberikan sanksi administratif sesuai ketentuan yang berlaku. Kita meminta Pak Rektor untuk memastikan hak-hak korban dapat terpenuhi dan mendapatkan perlindungan dari stigma dan tekanan, mengingat putusan pengadian belum berkekuatan hukum tetap sampai saat ini, sehingga suasana pembelajaran tetap kondusif bagi seluruh warga kampus sehingga mereka dapat menyelesaikan studinya dengan optimal,” kata Menteri Nadiem.
Sementara, mahasiswi berinisial L, korban kekerasan seksual, didampingi perwakilan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) UNRI menyampaikan kekecewaannya atas putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Putusan tersebut dinilai tidak sesuai dengan dokumen bukti tertulis hasil pendapat Ahli Psikolog dalam berkas perkara terkait hasil asesmen psikologi Korban.
“Saya memohon untuk mendapatkan keadilan dan saya mengharapkan Permendikbudristek sebagai satu-satunya harapan saya untuk mendapatkan keadilan. Mereka mendengar aspirasi saya memberikan kekuatan kepada saya agar saya dapat terus memperjuangkan hal ini,” ujar L usai bertemu Mendikbudristek.
Wakil Ketua KOMAHI UNRI, Voppi Rosea Bulki berharap, kampus harus serius menghapuskan kekerasan seksual. Gerakan dukungan kepada korban dan dorongan penuntasan kasus kekerasan seksual bukan dimaksudkan untuk mencoreng nama baik kampus, tetapi ingin menghadirkan lingkungan belajar yang nyaman dan aman.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang mengungkapkan, pihaknya aktif berkoordinasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UNRI.
“Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Satgas PPKS UNRI telah merekomendasikan sanksi administratif. Hal ini sedang diproses oleh Kemendikbudristek,” tegas Chatarina.
Meski demikian, Chatarina menyampaikan bahwa Kemendikbudristek menghormati proses hukum di pengadilan.
“Termasuk putusan yang belum inkracht dan kemungkinan upaya kasasi oleh jaksa penuntut umum,” katanya.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply