Oleh: Maria Lumban Gaol, S.Pd., Guru SD Sint Carolus Tarakanita Bengkulu
BENGKULU, KalderaNews.com – Literasi pada masa sekarang tidak lagi terbatas pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga melibatkan pemahaman mendalam, pemikiran kritis, dan keterampilan mengaitkan ilmu dengan kehidupan sehari-hari.
Inilah hakikat pembelajaran mendalam (deep learning), yaitu proses belajar yang memberi makna sehingga peserta didik tidak hanya menghafal, tetapi juga mampu memanfaatkan pengetahuan mereka untuk menyelesaikan persoalan.
Pada titik ini, guru memegang peran yang sangat penting: bukan hanya pendidik, tetapi juga teladan hidup yang menginspirasi.
BACA JUGA:
- Perempuan Sudah Merdeka?
- Bagaimana Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Terhadap Kedaulatan Negara? (Studi Kasus Penangkapan Mantan Presiden Duterte oleh ICC)
- Pengaruh Budaya terhadap Karakter Peserta Didik
Guru bisa memulainya dengan langkah-langkah kecil namun konsisten, misalnya membiasakan kegiatan membaca bersama selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai, atau mendorong siswa menulis jurnal reflektif dan mengadakan diskusi mendalam tentang penerapan materi dalam kehidupan sehari-hari.
Guru yang menjadi teladan literasi akan menumbuhkan semangat membaca, meningkatkan motivasi belajar, dan mengajarkan pentingnya pemahaman kontekstual serta refleksi diri.
I. Fakta Keberhasilan Pendidikan di Jepang, China, dan Singapura
Keberhasilan negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, dan Singapura yang selalu berada di peringkat atas penilaian internasional seperti PISA bukanlah kebetulan. Fondasi utama keberhasilan mereka terletak pada kualitas guru.
PISA yang diselenggarakan oleh OECD tidak hanya mengukur pengetahuan siswa, tetapi juga kemampuan mereka menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata, suatu indikator penting dari pembelajaran mendalam. Berdasarkan hasil PISA 2022: Singapura (Matematika 575, Sains 561, Membaca 543), Tiongkok (Matematika 552, Sains 543, Membaca 510), Jepang (Matematika 536, Sains 547, Membaca 516).
Sementara itu, Indonesia berada di bawah rata-rata OECD dengan skor Matematika 366, Sains 383, dan Membaca 359. Data ini menegaskan bahwa investasi pada kualitas guru dan budaya belajar memberikan dampak langsung terhadap prestasi belajar siswa.
Singapura, misalnya, menerapkan seleksi guru yang sangat ketat, hanya satu dari delapan pelamar yang diterima. Mereka kemudian mendapatkan pelatihan intensif dan pendampingan berkelanjutan sepanjang karier mereka.
Di Jepang, tradisi lesson study memungkinkan guru untuk terus berkembang melalui diskusi dan refleksi. Di Tiongkok, fokus pembelajaran diarahkan pada pemahaman konsep dan penerapan praktis, bukan hafalan semata.
Ketiga contoh ini menunjukkan bahwa guru adalah investasi terbesar dalam pendidikan. Data internasional ini tidak dimaksudkan untuk membuat kita berkecil hati, melainkan sebagai cermin refleksi untuk memperkuat komitmen bersama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Menteri Pendidikan Prof. Abdul Mu’ti dalam sebuah kuliah umum menegaskan bahwa guru memiliki peran strategis dalam kemajuan bangsa. Guru perlu difasilitasi, diberi ruang berkembang, dan dibekali agar mampu menghidupkan pembelajaran mendalam.
Ia menyoroti tiga pilar utama deep learning: Meaningful Learning (pembelajaran bermakna yang menghubungkan pengetahuan lama dan baru), Mindful Learning (kesadaran reflektif dalam proses belajar), dan Joyful Learning (suasana belajar yang menyenangkan).
II. Beban Kerja Guru yang Padat dan Kiat Mengatasinya
Beban kerja guru yang padat adalah tantangan besar. Guru sering kali kesulitan menyeimbangkan tugas mengajar, menyiapkan materi inovatif, melakukan penilaian menyeluruh, serta menyelesaikan administrasi sekolah.
Ditambah kegiatan ekstrakurikuler, rapat, dan tanggung jawab lainnya, hal ini berpotensi menyebabkan kelelahan fisik maupun mental (burnout). Kondisi ini juga membatasi waktu guru untuk meningkatkan keterampilan profesional, membaca literatur pendidikan terbaru, atau mengikuti pelatihan.
Padahal, guru perlu terus belajar agar tetap relevan dan inovatif. Beberapa langkah yang dapat membantu antara lain:
- Mengelola waktu dengan teknik Podomoro: bekerja selama 25 menit, istirahat 5 menit. Setelah empat sesi kerja, istirahat panjang selama 15-30 menit diberikan.
- Memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan efisiensi, misalnya aplikasi penilaian digital atau manajemen kelas.
- Membiasakan membaca selama 15–30 menit setiap hari, baik buku, artikel, maupun jurnal terkait profesi.
- Berkolaborasi dan berbagi tanggung jawab dengan rekan guru, misalnya menyusun rencana pembelajaran bersama.
- Membangun rutinitas literasi sederhana seperti membaca satu halaman buku setiap pagi atau mendengarkan podcast edukasi.
Pada akhirnya, guru bukan hanya pengajar mata pelajaran, tetapi juga pembentuk peradaban. Dari teladan guru, murid belajar bahwa ilmu bukan sekadar nilai ujian, tetapi bekal kehidupan.
Guru yang terus belajar, reflektif, dan penuh semangat akan membangkitkan rasa ingin tahu murid. Menjadi teladan literasi bukanlah sekadar tugas, melainkan panggilan untuk menuntun generasi menuju masa depan yang lebih bermakna, kritis, dan penuh harapan.
Salam Literasi!
DAFTAR PUSTAKA
Fullan, M., & Langworthy, M. (2014). A Rich Seam: How New Pedagogies Find Deep Learning. Pearson
OECD. (2023). PISA 2022 Results (Volume I): The State of Education and Learning in PISA Countries. OECD Publishing
World Bank, UNICEF, & UNESCO. (2022). The State of Global Learning Poverty: 2022 Update. World Bank
https://adrvantage.com/wp-content/uploads/2023/02/Mindset-The-New-Psychology-of-Success-Dweck.pdf
https://www.ruangguru.com/blog/pendekatan-deep-learning
https://www.youtube.com/watch?v=EflpZj3zA1g&t=437s
https://www.youtube.com/watch?v=diFrz4RENEY
https://www.youtube.com/watch?v=hiiEeMN7vbQ=
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com


Leave a Reply