Computational Thinking di Sekolah PENABUR itu Ibarat “Ngulek Sambel”

Ketua NBO Indonesia, Dr. Ir. M.M. Inggriani Liem
Ketua NBO Indonesia, Dr. Ir. M.M. Inggriani Liem (KalderaNews/JS de Britto)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com Computational thinking (pemikiran komputasi) merupakan teknik pemecahan masalah yang tidak hanya menyelesaikan masalah seputar ilmu komputer saja, melainkan juga untuk menyelesaikan berbagai masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan computational thinking sangat dibutuhkan di dalam menghadapi era disrupsi saat ini terutama bagi generasi yang hidup dan bertumbuh di dalamnya.

BPK PENABUR Jakarta yang sangat adaptif dalam proses penerimaan siswa baru dengan memperkenalkan Penerimaan Siswa Baru (PSB) Online kini mulai menerapkan program terkait computational thinking dalam kurikulum pembelajarannya seperti coding misalnya. Melalui penerapan computational thinking ke dalam kurikulum yang ada, BPK PENABUR Jakarta berharap agar setiap peserta didik memiliki kemampuan berpikir secara terstruktur, kritis, serta dapat menyelesaikan permasalahan yang rumit.

“Kita tidak tahu, dunia seperti apa yang akan dihadapi oleh setiap anak nantinya ketika mereka sudah dewasa. Sangat penting mempersiapkan mereka semua tentang bagaimana cara mengelola setiap masalah yang muncul dengan cara berpikir kritis dan kreatif.”

Computational thinking merupakan salah satu kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana mengetahui tingkat kecakapan computational thinking para siswa? Jawabannya ada di BEBRAS Computational Thinking Challenge,” ujar Kepala Divisi Pendidikan BPK PENABUR Jakarta, Kumalasari Onggobawono.

BEBRAS Computational Thinking Challenge

BEBRAS Computational Thinking Challenge akan dilaksanakan pada 9 November 2020 untuk para peserta didik BPK PENABUR Jakarta jenjang SD, SMP, dan SMA. Dalam event ini BPK PENABUR Jakarta bekerjasama dengan Biro Bebras.

BEBRAS Computational Thinking Challenge diselenggarakan tidak hanya untuk berlomba, tetapi juga bertujuan mengajak peserta didik untuk belajar berpikir komputasi/computational thinking.

Selama kompetisi peserta didik harus memberikan solusi untuk persoalan yang disebut “Soal Bebras, dimana berisi soal-soal komputasi yang dirancang secara menarik dan dapat dijawab peserta didik tanpa pengetahuan sebelumnya tentang komputasi/informatika.

Pada dasarnya manusia memiliki sistem berpikir yang sudah terancang di dalam otak berkaitan dengan informasi, struktur diskrit, komputasi, pemrosesan data, dan penggunaan konsep algoritmik

Tak hanya itu, BPK PENABUR Jakarta memberikan pemahaman computational thinking serta manfaatnya dalam webinar “PENABUR Talks: Preparing Young Generation for 4.0 skills!” pada Sabtu, 17 Oktober 2020. Hadir selaku narasumber Prof. Valentina Dogiene selaku Pendiri Bebras, Dr. Ir. M.M. Inggriani Liem selaku Ketua NBO Indonesia dan Irya Wisnubhadra S.T, M.T selaku Organizing Committee Bebras.

Analogi Computational Thinking

Ketua NBO Indonesia, Dr. Ir. M.M. Inggriani Liem menegaskan anak-anak yang belajar computational thinking sama saja belajar untuk problem solving agar efektif, efisien dan optimal. Ia pun menganalogikan computational thinking itu dengan nyambel atau “Ngulek Sambel”.

Dengan computational thinking anak-anak bisa mendekomposisi persoalan, melakukan abstraksi membedakan yang penting dan tidak penting, menulis langkah dengan sistematis dan membuat pattern.

“Salah satu cara untuk computational thinking adalah Bebras yang intinya adalah problem solving,” tegasnya saat menjadi narasumber di webinar “PENABUR Talks: Preparing Young Generation for 4.0 skills!” pada Sabtu, 17 Oktober 2020.

Ia menegaskan anak yang hidup teratur dan berpikir maka hidup akan enak sekali dan bahwa ujung-ujungnya dengan komputer itu cerita lain. Ia lantas menganalogikan skill dalam computational thinking dengan nyambel.

“Kalau nyambel sedikit, Anda ulek. Misal ngundang tamu 20, Anda pakai blender kecil, tapi kalau catering untuk 1.000 orang maka akan nyambel dengan blender yang besar sekali,” tandasnya.

“Ngulek cabe itu adalah problem, memilih alat yang tepat, efisien, optimal itu mikirnya di sana. Ngulek cabe itu persoalan, blender kecil atau besar itu adalah komputer. Kalau anak-anak belajar computational thinking, itu nanti akan berpikir dengan baik.”

Ia pun menegaskan kerja apa pun butuh komputer. Jadi harus berpikir bagaimana komputer bisa membantu seperti halnya ngulek sambel yang perlu blender.

“Tidak bisa kita ngulek, 20 kilo cabe dengan cobel yang kecil. Harus pakai teknik sendiri. Tapi kalau cabe kita kita taruh blender, cabenya habis tidak efektif dan tidak efisien. Maka harus milih alat yang tepat. Itulah computational thinking dan alatnya adalah komputer.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*