Duh, Kepala Desa Tuh Paling Dominan Terjerat Kasus Korupsi Dana Desa

Sharing for Empowerment


JAKARTA, KalderaNews.com – Sejak 2015 pemerintah melalui amanat UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa mengalokasikan anggaran nasional untuk desa atau yang disebut dengan dana desa. Alokasi dana desa terus mengalami kenaikan hingga tahun 2017, namun di tahun 2018 batal naik karena mengalami beberapa persoalan.

Suntikan anggaran yang cukup besar untuk desa dengan alokasi dasar masing-masing desa sebesar Rp 616.345,- diharapkan dapat memajukan desa. Pemerintah berharap, pelayanan publik di desa semakin meningkat, masyarakat desa maju dan berdaya, dan yang paling penting desa menjadi subjek pembangunan.

Selain mengukur capaian dan dampak positif dana desa, permasalahan yang muncul dan tantangan ke depan harus menjadi pokok pembahasan yang serius. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan harapan dan langkah konkret pemerintah tidak digembosi oleh persoalan misalnya saja korupsi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam “Outlook Dana Desa 2018: Potensi Penyalahgunaan Anggaran Desa di Tahun Politik” melihat bahwa korupsi di desa, utamanya yang menyangkut anggaran desa, merupakan salah satu problem mendasar. Problem ini lahir karena pengelolaan anggaran yang besar namun implementasinya di level desa tidak diiringi prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam tata kelola politik, pembangunan, dan keuangan desa.

Berbagai bentuk penyalahgunaan anggaran desa dikhawatirkan semakin menjadi pada 2018, tahun kontestasi pilkada serentak 2018 dan pemilu serentak 2019. Kekhawatiran ini tidak hanya berangkat dari bacaan terhadap fenomena korupsi selama tiga tahun terakhir di desa. Tetapi juga masih minimnya perhatian publik dan media nasional terhadap desa, khususnya terkait posisi strategis desa dalam konteks pemenangan pemilu, fenomena afiliasi kepala desa dengan calon kepala daerah tertentu, serta minimnya pengetahuan dan pengawasan masyarakat desa.

ICW pada KalderaNews menyebutkan telah melakukan pemantauan atas korupsi yang terjadi di desa. Hasil pemantauan ICW, pada tahun 2015 – 2017 kasus tindak pidana korupsi di desa semakin meningkat. Pada tahun 2015, kasus korupsi mencapai 17 kasus dan meningkat menjadi 41 kasus pada tahun 2016. Lonjakan lebih dari dua kali lipat kemudian terjadi pada tahun 2017 dengan 96 kasus. Total kasus korupsi yang ditemukan sebanyak 154 kasus.

Tidak semua dari 154 kasus korupsi di sektor desa di atas merupakan korupsi anggaran desa. Jumlah kasus dengan objek anggaran desa mencapai 127 kasus, sementara turut terdapat 27 kasus dengan objek non-anggaran desa atau total 18% dari jumlah kasus. Kasus dengan objek non-anggaran desa misalnya pungutan liar yang dilakukan oleh aparat desa. Sedangkan objek korupsi anggaran desa mencakup korupsi Alokasi Dana Desa (ADD), Dana Desa, Kas Desa, dan lain-lain.

Kepala desa merupakan aktor yang dominan terjerat kasus. Jumlah kepala desa yang terjerat sebanyak 112 orang. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan 15 kepala desa pada 2015, 32 kepala desa pada 2016, dan 65 kepala desa pada 2017. Tidak semua pelaku adalah Kepala Desa, pelaku lain adalah 32 perangkat desa dan 3 orang yang merupakan keluarga kepala desa.

Salah satu kasus yang cukup menyita perhatian adalah yang menjerat Agus Mulyadi, Kepala Desa Dassok, Kabupaten Pamekasan. Agus terlibat dalam dugaan suap ‘pengamanan’ kasus pengadaan yang menggunakan dana desa di Desa Dassok. Yang menarik dari kasus ini adalah KPK turun tangan melakukan OTT karena melibatkan Bupati dan seorang Jaksa.

Kemudian dari aspek kerugian negara, korupsi di desa turut menimbulkan kerugian dalam jumlah besar. Pada tahun 2015 kerugian mencapai Rp 9,12 Milyar. Pada tahun 2016, kerugian mencapai Rp 8,33 milyar. Sementara pada tahun 2017, kerugian melonjak menjadi Rp 30,11 milyar. Total kerugian negara yang ditimbulkan akibat korupsi di sektor desa mencapai Rp 47,56 milyar atau setara dengan alokasi dasar dana APBN untuk 77 desa.

Beragam modus dilakukan oleh para aktor korupsi di desa, diantaranya praktik penyalahgunaan anggaran sebanyak 51 kasus, penggelapan 32 kasus, laporan fiktif dengan 17 kasus, kegiatan/proyek fiktif 15 kasus, dan penggelembungan anggaran sebanyak 14 kasus.

Salah satu modus penyalahgunaan anggaran yang melibatkan Kepala Desa Sukaresmi, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Ahmad Suryana. Ia diduga menyelewengkan Dana Desa dan ADD untuk kepentingan pribadi dengan total jumlah Rp 186.881.376. Kasus tersebut telah mulai diproses oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat pada Februari 2017.

Dari aspek penegakkan hukum, semua aparat penegakan hukum diketahui telah menangani kasus korupsi yang terjadi di desa. Kasus korupsi paling banyak ditangani oleh jajaran Kepolisian RI dengan total 81 kasus, sementara Kejaksaan RI dengan 72 kasus dan 1 kasus yang melibatkan Bupati Pamekasan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pelbagai faktor menjadi penyebab korupsi di sektor desa, diantaranya karena minimnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran desa, tidak optimalnya lembaga-lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkat desa, dan tingginya biaya politik pemilihan kepala desa. (FA)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*