Apa Sih Aplikasi AirVisual?

Sharing for Empowerment
Pantauan kondisi kualitas udara di Jakarta pagi ini, Selasa, 31 Juli 2018. (KalderaNews/Ist)

JAKARTA, KalderaNews.com – Belakangan ini, pemberitaan di berbagai media di Indonesia ramai dengan informasi ranking polusi udara. Dimana dalam pemberitaan tersebut, Jakarta berada di posisi lima besar dari kota-kota lain di seluruh dunia. Sontak, banyak pihak yang mempertanyakan peringkat tersebut.

Peringkat kualitas udara tersebut didasarkan pada sebuah aplikasi bernama AirVisual. Aplikasi pertama yang memantau polusi udara secara global ini didirikan pada 2015. Tujuannya adalah untuk memberdayakan masyarakat dalam memahami dan mengontrol kondisi lingkungan dengan memanfaatkan teknologi.

Aplikasi AirVisual selalu menampilkan kondisi terbaru kualitas udara lebih dari sepuluh ribu kota telah terdata dalam aplikasi ini. Sumber data kualitas udara diperoleh dari stasiun pemantau kualitas udara milik pemerintah setempat, hasil pantauan satelit, dan kontributor komunitas AirVisual.

Ada beberapa parameter kualitas udara yang diukur oleh AirVisual. Parameter tersebut antara lain PM (Particulate Metter) 2.5, PM 10; CO2, temperatur, tekanan dan kelembapan udara.

PM 2.5 menunjukkan banyaknya partikel di udara yang berukuran kurang dari 2,5 mikrometer. PM 10 menampilkan banyaknya campuran partikel padat dan cair. Sedangkan CO2 menunjukkan kandungan karbon dioksida di udara.

Hasil pengukuran parameter-parameter tersebut kemudian dipadukan dengan informasi cuaca seperti pergerakan angin, penyinaran matahari, dan kondisi awan. Kemudian diperolehlah nilai AQI (Air Quality Index) serta beberapa kesimpulan, yaitu informasi tingkat kesehatan udara dan rekomendasi kegiatan bagi manusia.

Peringkat Air Quality Index (AQI) pagi ini, Selasa, 31 Juli 2018. Jakarta ada di peringkat nomor 2. (KalderaNews/Ist)

Jika kualitas udara dalam aplikasi menunjukkan AQI di atas 150, artinya kondisi udara tidak sehat. Seperti terpantau pagi ini, Selasa, 31 Juli 2018 nilai AQI di Jakarta sebesar 181 (peringkat nomor 2 di dunia). Nilai ini diperoleh dari rerata 5 stasiun pemantau, dimana nilai tertinggi berasal dari titik pantauan Rawamangun, yakni AQI sebesar 208.

Berdasarkan nilai tersebut tentu saja kualitas udara di Jakarta sedang tidak sehat. Penduduk tidak direkomendasikan untuk membuka jendela dan berolahraga di luar rumah. Selain itu, penduduk harus selalu menggunakan masker dan menyalakan air purification.

Tingginya nilai AQI di Jakarta pagi ini tentu terkait dengan tingginya aktivitas kendaraan bermotor karena banyak orang memulai aktivitasnya untuk bekerja. Selain itu, pembangunan yang masif dan musim kemarau yang kering membuat banyak partikel polutan bertebaran di udara.

Apakah nilai AQI dapat berubah? Tentu saja dapat berubah jika sumber polutannya dimatikan. Dengan berakhirnya musim kemarau dan datangnya musim hujan tentu juga membantu menurunkan nilai AQI. (VA)

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.





Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*