
SURABAYA, KalderaNews.com – Perwakilan dari lembaga pendanaan penelitian di Perancis, Jerman, Belanda, Spanyol dan sekitar 200 peneliti dari seluruh Indonesia menghadiri Hari Riset Eropa 2019 (European Research Day 2019) di Surabaya, Selasa, 29 Oktober 2019.
Acara yang dihelat oleh EURAXESS ASEAN ini bertujuan agar para peneliti Indonesia terdorong untuk menghasilkan penelitian yang berstandar internasional, serta berkontribusi bagi ilmu pengetahuan di tanah air dan hasil penelitiannya dapat diterapkan.
Regional Representative EURAXESS ASEAN, Simon Grimley menegaskan EURAXESS ASEAN adalah inisiatif unik yang menghubungkan para peneliti di ASEAN dengan Eropa dengan memberikan layanan informasi dan dukungan yang memungkinkan para peneliti untuk mengembangkan karir penelitian mereka di Eropa, atau bekerja dengan mitra penelitian Eropa
BACA JUGA:
- Yuk Siap-Siap, Pendaftaran CPNS Mulai 11 November, Ada 2.196 Formasi di Kemendikbud
- Mas Menteri Nadiem: Generasi Milenial, Gerbang Kita Telah Terbuka!
- 14 Mahasiswa Asal Papua Raih Beasiswa dari Pemerintah Rusia
- Unika Atma Jaya Gelar SE Marketplace, Cari Solusi untuk Negeri
- Ini Fokus Program 100 Hari Kemenristek/BRIN
Di acara ini mereka saling berbagi informasi peluang pendanaan terkait penelitian di Eropa dan beasiswa yang tersedia bagi mereka. Para narasumber berbagi informasi tentang keunggulan penelitian di Eropa serta memberikan saran tentang cara menyiapkan proposal penelitian yang baik.
Mereka mempresentasikan berbagai peluang pendanaan penelitian termasuk program Marie Skłodowska-Curie Fellowship yang menawarkan peluang pengembangan karir yang sangat baik bagi para peneliti Indonesia di semua tahap karir penelitian mereka.
Wakil Ketua Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Charles-Michel Geurts menegaskan kolaborasi penelitian internasional merupakan kerja sama yang sangat penting. Eropa, Indonesia dan ASEAN perlu bekerja sama untuk mengembangkan solusi inovatif dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, keamanan pangan, energi dan penyakit menular.
“Ribuan mahasiswa dan peneliti dari Indonesia dan ASEAN, telah mendapat manfaat belajar di lembaga pendidikan tinggi dan memperoleh beasiswa riset di Eropa, melalui program-program seperti Erasmus plus, Horizon 2020, dan skema pendanaan bilateral lainnya,” tandasnya.
Sementara itu Prof. Dr Sangkot Marzuki selaku Direktur Lembaga Eijkman mengaku pentingnya landasan yang kuat untuk dapat menghasilkan penelitian ilmiah yang berbobot.

“Penelitian ilmiah membutuhkan keahlian, inovasi dan sumber daya yang mumpuni,” katanya. Ia juga menekankan bahwa Indonesia perlu memelihara budaya keunggulan ilmiah, dan bahwa mobilitas internasional dan kegiatan penelitian kolaboratif adalah kunci dari upaya tersebut.”
Direktur Nuffic-Neso Indonesia, Peter Van Tuijl dalam kesempatan ini mempresentasikan bantuan pendanaan Pemerintah Belanda tentang program riset serta Pendidikan S2 dan S3 di Belanda.
“Saat ini 13 dari 14 universitas riset di Belanda yang dibayai oleh negara, sudah masuk dalam 200 besar peringkat dunia sehingga kualitasnya tidak perlu diragukan lagi. Ini merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia, untuk menikmati layanan pendidikan tinggi dan pengalaman yang diakui dunia,” pungkasnya. (LF)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply