JAKARTA, KalderaNews.com – Tetiba ia mendapat berita tak sedap tentang tunangannya, medio Juni 1913. Pemerintah kolonial Hindia Belanda hendak menangkap Suwardi Suryaningrat, yang kelak terkenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.
Kala itu Suwardi sudah bertunangan dengan Sutartinah. Raden Ajeng Sutartinah lahir pada 14 September 1890. Dia cucu Sri Paku Alam III, yang berarti canggah atau keturunan kelima Pangeran Diponegoro.
BACA JUGA:
- Begini Arti dan Makna Logo Hardiknas 2020, Bintang Pendidikan Milenial
- Inilah Pedoman Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2020, Tak Ada Upacara Bendera
- Universitas Nurul Jadid, Kampus Pesantren Pertama Berstandar ISO 21001
- Demi Ringankan Beban Ekonomi Mahasiswa Saat Pandemi Corona, Universitas di Bandung Ini Gratiskan Biaya Kuliah
- Ranking Universitas di Rusia Jeblok, Bukan Berarti Tidak Berkualitas
- EDUTALK: Pandemi Corona, Pelajar Indonesia di Belanda Pulang. Gimana Nasib Kuliahnya?
Tulisan bertajuk “Als Ik Een Nederlander was” atau Andaikan Aku Seorang Belanda yang dimuat di buletin resmi Komite Boemi Poetra membuat geram pemerintah kolonial. Komite Boemi Poetra diketuai Tjipto Mangunkusumo, sementara Suwardi sebagai sekretaris.
Buletin itu pun dicekal dan komite dilarang menerbitkan apapun. Lantaran tak terima, Tjipto menulis artikel di surat kabar De Express, 20 Juli 1913, berjudul “Kracht of Vreez” (Ketakutan atau Kekuatan). Hanya selang satu pekan, Suwardi kembali membuat merah pemerintah kolonial dengan artikel berjudul “Een voor Allen, Allen voor Een” (Satu untuk semua, semua untuk satu).
Leave a Reply