
JAKARTA, KalderaNews.com – Direktur Jenderal (Dirjen) Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto menegaskan vokasi harus terus melakukan inovasi dan terobosan, meski saat ini sebagian besarnya sudah berkolaborasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
Ia menyarankan link and match harus terus ditingkatkan. Sementara itu guna menciptakan “pernikahan massal” antara vokasi dengan dudi, ia kembali menjabarkan 6 hal yang perlu dilakukan guna mempercepat implementasinya:
Pertama,sepakati tujuan, apa yang ingin diciptakan dan ramu mekanismenya bersama-sama.
BACA JUGA:
- Akhirnya AS Terbitkan Protokol Kesehatan untuk Sekolah, Lebih Ketat dari Negara Lain
- Mulai Bosan Belajar di Rumah, Yuk Ubah Ruang Belajar Kamu, Begini Caranya
- Inilah 10 Protokol Kesehatan Pendidikan di Negara-negara yang telah Membuka Kembali Sekolahnya
- Saat Pandemi Banyak yang Menganggap Dirinya Tidak Stres, Tapi…
- 5 Kegiatan Selama Lebaran di Rumah, Cocok untuk Milenial
- Plus-Minus dan Peluang Beasiswa ke Belanda dengan Background S1 Generalis dan Spesialis
- Waspadai 8 Dampak Krisis di Rumah Aja bagi Remaja!
Kedua, undang tenaga ahli untuk mengajar dalam kerangka kurikulum yang telah disepakati.
Ketiga, susun program magang di DUDI yang konsepnya didesain bersama-sama, evaluasi prosesnya dan terus perbaiki.
Keempat, beri legalitas kepada peserta yang telah selesai magang berupa sertifikat kompetensi yang disahkan oleh perguruan tinggi dan industri. “Akan sangat baik jika lulusan magang bisa menghasilkan prototype yang real berbasis masalah yang ditemukan di DUDI,“ imbuh Wikan.
Kelima, dunia usaha dan industri bisa berkontribusi kepada mahasiswa vokasi dengan pemberian beasiswa, ikatan, dinas, maupun sumbangan alat praktik. Alat-alat praktik yang bagus dapat menunjang pembelajaran. “Wajar bagi industri memiliki alat-alat canggih sesuai perkembangan teknologi karena ia berhubungan langsung dengan pasar profesional yang mengedepankan tuntutan kualitas produk barang maupun jasanya. Akan sama baiknya jika mahasiswa memiliki alat peraga yang relevan untuk mendukung proses pembelajarannya,” urai Dirjen Vokasi itu.
Keenam, libatkan mahasiswa dalam membuat produk inovasi dosen maupun perguruan tinggi, kemudian buat patennya dan produksi secara massal agar lebih berdaya guna bagi masyarakat luas. Ini yang disebut teaching industry. “Bisa dibayangkan, pernikahan massal ini harus terjadi secara simultan dan tidak berhenti untuk improving,” tandas Wikan.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu.
Leave a Reply