JAKARTA, KalderaNews.com – Sektor pertanian di Kabupaten Dairi perlu mendapatkan perhatian serius karena nyata-nyata menjadi tulang punggung ekonomi. Apalagi, sebanyak 49% lahan di Kabupaten Dairi memang lahan pertanian. Oleh sebab itu, kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB terhadap masyarakat harus ditingkatkan lagi dengan peningkatan kapasitas produksi dan masuk ke sektor hilir untuk produksi pertanian.
Ceo Telin dan Dosen Swiss German University (SGU), Dr. Ir. Sukardi Silalahi, MBA berpandangan digitalisasi desa menjadi sebuah keniscayaan. Perubahan-perubahan di teknologi digital sangat cepat. Pengembangan desa harus berbasis digital. Apalagi, saat ini hidup memang sudah di dunia digital mulai dari bangun tidur hingga berangkat tidur lagi, ada Instagram, Zoom, Google, Twitter, TikTok, Youtube, Whatsapp dan lain-lainnya.
“Digital ini sesuatu yang berkembang terus dan di tengah Covid-19 ini digital makin dipercepat. Kita harus memulai sekarang juga, meski terlambat dibanding negara-negara lain,” tegasnya di acara Sharing Session “Pengembangan Desa di Era Digital” yang diselenggarakan Program MBA Swiss German University (SGU) bekerjasama dengan Telin dan Pemda Kabupaten Dairi pada Sabtu, 27 Juni 2020.
BACA JUGA:
- Dr. Eddy Keleng Ate Berut: Kabupaten Dairi Sangat Terbuka untuk Investor Digital dari Luar
- Digitalisasi SDM Usia Muda, Pemkab Dairi Lirik Kampus SGU dan Telin
- Teknologi Informasi Kunci Peningkatan Ekonomi Saat Pandemi Covid-19
- Ada 10 Tren Teknologi di Masa Depan, Kuy Cermati Peluangnya!
- PSTA dan Pussainsa LAPAN Ditantang Jadi Penggerak Kemajuan
- Ancaman Serangan Siber Semakin Kompleks dan Canggih
Di acara yang dimoderatori Dean of Faculty Business and Communication of SGU, Dr. Nila K. Hidayat, SE,. MM dan menghadirkan Bupati Dairi Dr. Eddy Keleng Ate Berutu, Sukardi menegaskan strategi yang selama ini dipakai Telin pun dapat diterapkan di teknologi pertanian, yakni to Build, to Buy dan to Borrow.
“Kalau kita mampu memang kita build, tapi kalau tidak sanggup buy atau borrow (partnership),” tandasnya.
Bagaimana pun dunia digital harus dimanfaatkan desa. Ke depan pasti digital makin besar dan tidak lagi tradisional, sehingga mulai sekarang harus belajar menggunakan digital, termasuk digital marketing untuk pertanian.
Smart Technology untuk pertanian pun harus berbasis IoT (Internet of Things) dengan drone yang melihat dan mengecek perkembangan tumbuh-tumbuhan.
“Ini sudah terjadi di negara maju. Saat mau menghidupkan irigasi, melihat cuaca hingga melihat PH tanah akan didapat dari Internat of Things (IoT) yang di belakangnya ada logical layer yakni AI (Artificial Intelligence). Semua data-data di IoT bisa dicapture di AI, yakni semisal untuk memonitar kondisi tanah, memonitor apakah banyak penyakit atau suhunya rendah atau memang perlu penyiraman air. AI pun bisa menggerakkan drone untuk memangkas daun yang kena penyakit,” terangnya.
Ia menambahkan digital farming yang demikian sejatinya mendatangkan benefit mulai dari akses internet untuk informasi teknologi pertanian, informasi agro-climate, agricultural mapping dan information market supply and demand.
Adapun pemanfaatan smartphone untuk minitoring pertanian bisa dengan IP Smartp Camera, Wheather Reader, Ground Sensor hingga Automatic Irrigation. Jadi memang tidak perlu orang lagi, tapi pakai sendor-sensor di tanahnya, sebagaimana telah dilakukan di Cianjur.
Internet of Things (IoT) untuk pertanian sebuah keniscayaan dan harus dimulai sekarang juga biar tidak tertinggal dengan negara lain.
“Di Israel misalnya, technology farming sudah diimplemantasikan dengan drip irrigation, water recycling, drone (taranis), biopesticides (tawon), robotic, biofertilizers dan sensor. Di Kabupaten Dairi, kalau kita mampu memang kita build, tapi kalau tidak sanggup buy atau borrow (partnership),” pungkasnya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply