Jokowi Kenakan Baju Badui, Inilah 19 Fakta Menarik Suku Badui

jokowi, suku badui,
Jokowi mengenakan baju adat suku Badui. (KalderaNews/doc. BPMI Setpres)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Presiden Joko Widodo mengenakan baju adat suku Badui saat menghadiri siding tahunan MPR 2021. Pakaian yang dipakai presiden kali ini terdiri dari telekung, baju kutung, dan tas selempang khas Badui. Suku Badui merupakan suku yang berdiam di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Pihak Kantor Staf Presiden menyampaikan bahwa pilihan mengenakan pakaian adat suku Badui ini adalah sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan pada keluhuran nilai-nilai adat dan budaya suku ini.

BACA JUGA:

Telekung yang dipakai Joko Widodo adalah ikat kepala, atau bisa disebut dengan istilah koncer atau roma. Ikat kepala ini merupakan hasil tenun masyarakat Badui. Sedangkan baju utung merupakan nama baju khas yang dijahit secara tradisional di suku Badui. Bermodel tanpa kerah atau disebut juga jamang sangsang. Bila suku Badui mengenakan baju kutung ini berwarna putih atau hitam, maka Jokowi mengenakan baju yang berwarna biru. Apa maknanya?

Inilah fakta menarik suku Badui dari Lebak, Banten:

  1. Suku Badui, yang biasanya juga ditulis Baduy, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penulian nama suku ini adalah Badui.
  2. Suku Badui menolak adanya istilah wisata atau pariwisata yang dilakukan orang luar yang berkunjung ke kampungnya. Sejak 2007, mereka mencetuskan istilah ‘Saba Budaya Baduy’ yang bermakna Silaturahmi Kebudayaan Badui. Langkah ini diambil untuk menjaga kesakralan wilayah mereka.
  3. Istilah ‘Baduy’ sebenarnya merupakan sebutan yang diberikan oleh orang luar kepada mereka. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri mereka dengan sebutan urang Kanekes atau orang Kanekes. Sebutan Baduy tampaknya muncul dari peneliti dari Belanda yang menyamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang hidup nomaden.
  4. Kemungkinan kedua munculnya nama Baduy adalah karena adanya sungai dan gunung Baduy yang berada di bagian utara wilayah tempat orang Kanekes ini tinggal.
  5. Wilayah Kanekes secara geografis berada di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak, Banteng. Lokasinya berada sekitar 40km dari kota Rangkasbitung. Daerah ini merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300-600 meter di atas permukaan laut, dengan topografi yang berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah hinga 45o. Suhu udara rata-rata 20o Celsius. Brrr…. Dingin,ya.
  6. Bahasa yang digunakan oleh orang Kanekes adalah bahasa Sunda. Mereka lancar menggunakan bahasa Indonesia bila berinteraksi dengan orang dari luar Kanekes. Uniknya mereka tidak mendapatkan pengetahuan tentang bahasa Indonesia dari sekolah.
  7. Orang Kanekes menolak adanya sekolah karena pendidikan formal berlawanan dengan adat istiadat mereka. Bahkan mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka.
  8. Adat, budaya, cerita nenek moyang, dan kepercayaan atau agama tidak diturunkan dalam bentuk tulisan melainkan melalui tuturan lisan saja. Masyarakat Kanekes mempunyai caranya sendiri untuk belajara serta mengembangkan wawasan mereka hingga sepadan dengan masyarakat di luar suku Badui.
  9. Orang Kanekes menutup diri dan menjaga dengan ketat cara hidup mereka yang tradisional. Masyarakat mereka terbagi menjadi tiga kelompok yakni tangtu, penamping, dan dangka. Tangtu merupakan sebutan bagi kelompok yang biasa diberi nama Kanekes Dalam atau Badui Dalam. Ciri khas orang Kanekes Dalam adalah mengenakan baju putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Mereka tidak diperbolehkan bertemu dengan orang asing.
  10. Peraturan ketat yang harus diikuti oleh orang Kanekes Dalam antara lain: tidak boleh menggunakan kendaraan, alas kaki, dan alat eletronik; pintu rumah harus menghadap ke utara atau selatan, kecuali rumah ketua adat atau Pu’un; menggunakan kain berwarna hitam atau putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri dan tidak diperbolehkan mengenakan pakaian modern.
  11. Sedangkan kelompok masyarakat kedua disebut penamping, merupakan sebutan bagi mereka yang dikenal sebagai Kanekes luar atau Badui Luar. Mereka tinggal di berbagai kampung yang mengelilingi wilayah Kanekes Dalam. Mereka dapat dikenali dengan ciri yakni mengenakan pakaian dan ikat kepala berwana biru gelap atau warna tarum. Jadi, paham ya, mengapa pakaian yang dikenakan Presiden Joko Widodo dalam siding MPR 2021 kali ini berwarna biru.  
  12. Orang Kanekes Luar merupakan orang Kanekes Dalam yang keluar dari adat dan wilayah. Penyebab orang Kanekes Dalam keluar antara lain: melanggar adat masyarakat Kenekes Dalam, berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam, atau menikah dengan anggota Kanekes Luar.
  13. Ciri orang Kanekes Luar adalah: mereka telah mengenal elektronik dan menggunakan alat rumah tangga modern seperti kasur, bantal, piring dan gelas kaca dan plastik, proses pembangunan rumah mereka telah menggunakan alat-alat bantu seperti gergaji, palu, paku, dan lain-lain (hal ini dilarang di Kanekes Dalam), mengenakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki) yang menandakan bahwa mereka tidak suci, mereka tinggal di luar area Kanekes Dalam, sebagian telah terpengaruh dan berpindah agama menjadi muslim.
  14. Sedangkan orang Kanekes dangka, yang merupakan kelompok ketiga, merupakan orang Kanekes yang tinggal di luar kedua kelompok sebelumnya itu dan berfungsi semacam buffer zone atas pengaruh dari budaya dan hal dari luar.
  15. Dari budaya turun temurun, suku Badui mempunyai kewajiban menjaga kabuyutan atau tempat pemujaan leluhur atau nenek moyang. Bukan agama Hindu atau Budha, kabuyutan ini dikenal dengan nama kabuyutan Jati Sunda atau Sunda Asli atau Sunda Wiwitan (wiwitan=asli, asal, pokok, jati). Dari sinilah agama asli mereka diberi nama Sunda Wiwitan.
  16. Meskipun tidak mau mengenal sekolah, masyakarat Kanekes mempunyai dua sistem pemerintahan yakni sistem nasional yang mengikuti aturan negara dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat. Kedua pemerintahan ini digabung sedemikian rupa dan tidak terjadi benturan. Secara nasional mereka dipimpin oleh kepala desa atau yang disebut jaro pamarentah dan berada di bawah camat. Sedangkan secara adat mereka tuntuk pada pimpinan adat Kanekes yakni Pu’un, yang tidak memiliki batas waktu yang jelas dan tidak selalu diturunkan dari bapak ke anak.
  17. Mata pencaharian utama masyarakat Kanekes adalah bertani padi huma dan telah dilakukan selama ratusan tahun. Mereka juga menjual buah-buahan yang mereka dapatkan dari hutan seperti durian, asam keranji, dan madu hutan.
  18. Bila sebelumnya orang Kanekes ini bertransaksi dengan barter, sekarang sudah mengenal mata uang rupiah. Adanya kunjungan dari luar diperbolehkan untuk menginap satu malam dengan menjaga dan menaati adat yakni tidak boleh berfoto di wilayah Kanekes Dalam, tidak menggunakan sabun dan pasta gigi saat mandi.
  19. Orang Kanekes tidak menerima orang asing atau non-WNI untuk masuk ke wilayah mereka.

Wow! Suku Badui hanyalah satu dari ratusan suku lain di Indonesia. Mempelajari suku budaya lain dapat menambah khazanah pengetahuan dan menambah rasa nasionalis yang ada di dalam diri kita.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*