Yuk, Mengenali Tanda dan Mencegah Duck Syndrome di Kalangan Gen Z

Ilustrasi: Bebek berenang terlihat tenang di permukaan. (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.comDuck syndrome merupakan istilah yang pertama kali muncul di Stanford University, untuk menggambarkan kondisi seseorang dengan tanda-tanda yakni selalu terlihat selalu tenang dan baik-baik saja, meskipun sedang dalam kondisi ambyar.

Kondisi ini tidak hanya menyerang orang dewasa, kalangan pelajar dan mahasiswa zaman now juga banyak yang mengidap duck syndrome ini.  duck syndrome ini bisa dialami oleh pelajar, mahasiswa, orang yang baru lulus kuliah, atau mereka yang menuju dewasa di atas usia 18 tahun.

BACA JUGA:

Usia muda juga dikatakan usia yang lebih rentan terkena duck syndrome karena mereka merasa sedang mengalami berbagai pengalaman hidup baru untuk pertama kalinya. Misalnya kuliah dan tinggal jauh dari orang tua, tuntutan lingkungan, dan lain sebagainya.

Beberapa faktor penyebab duck syndrome pada usia muda antara lain:

  • Tuntutan akademik, baik dari diri sendiri maupun lingkungan
  • Perfeksionisme. Merasa semua hal harus sempurna, baik di mata diri sendiri terlebih di hadapan orang lain.
  • Ekspektasi yang terlalu tinggi dari keluarga dan lingkungan sosial.
  • Pola asuh helicopter dari orang tua.
  • Kepercayaan diri yang rendah.
  • Pengaruh media sosial yang membuat seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain.
  • Adanya peristiwa traumatik di masa lalu.

Diagnosis atau tanda dari duck syndrome sendiri sebenarnya tidak terlalu jelas dan mirip dengan gangguan psikologis seperti depresi atau gangguan kecemasan. Namun, ada beberapa gejala yang khas yang menggambarkan fenomena ini, yakni:

  • Selalu memaksakan diri untuk terlihat baik-baik saja dan bahagia, tetapi panik diam-diam.
  • Merasa gagal untuk memenuhi tuntutan yang berlebihan kepada mereka.
  • Merasa orang lain bernasib lebih baik dari dirinya sendiri.
  • Membandingkan dirinya dengan orang lain.
  • Merasa sering diamati orang lain atau menjadi pusat perhatian dari lingkungannya.
  • Bisa jadi merasa susah tidur, pusing, dan sulit konsentrasi.

Duck syndrome ini dapat diatasi dan bisa pulih dengan sempurna, tetapi perlu ada diagnosis terlebih dahulu. Seseorang yang sedang mengalami duck syndrome juga bisa diakibatkan oleh adanya gangguan psikologis lain. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan. Bila disepelekan akan bisa membuat penderitanya mengaami depresi yang makin berat hingga keinginan bunuh diri.

Cara paling tepat mengatasi dusck syndrome adalah denagn berkonsultasi dengan pihak yang berkompeten seperti psikolog atau psikiater agar bisa mendapatkan penilaian medis sert evaluasi kesehatan mental yang komprehensif.

Kombinasi psikoterapi dan obat-obatan bisa menjadi solusi untuk mengatasi depresi atau kecemasan dan mengurangi duck syndrome. Agar kita bisa terhindar dari duck syndrome ini kita bisa mencoba terapi gaya hidup, mengubah perilaku, hingga berlatih lebih menyayangi dan menerima diri sendiri. Love your self is koentji, gaes!

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*