![Depresi Depresi](https://www.kalderanews.com/wp-content/uploads/2019/04/Depresi-600x381.jpg)
JAKARTA, KalderaNews.com – Berinteraksi dengan banyak orang di lingkungan sekitar, pasti kita pernah berpikir adakah orang yang yang hidupnya senantiasa mulus. Nilainya bagus, bisa masuk sekolah bagus, lulus cepet, uangnya banyak, sering posting jalan-jalan, dan lain-lain, misalnya.
Bahkan dari sosial media kita tahu bahwa mungkin satu dua orang kawan kita hidupnya demikian. Lancar jaya tidak pernah susah. Bahagia selalu hingga bikin kita iri dan bertanya.
BACA JUGA:
- Orangtua Harus Paham, Empat Hal yang Bisa Menurunkan Rasa Percaya Diri Anak
- Journaling di Tahun 2022, Inilah Manfaatnya bagi Kesehatan Mental Kita
- 7 Masalah yang Sering Dihadapi Mahasiswa, Ini Alternatif Solusinya
Namun, jangan salah! Kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan seseorang yang sebenarnya. Bisa saja di balik kebahagiaan dan kesuksesannya ternyata selalu ada tekanan dan segunung masalah yang ditutupi agar bisa selalu terlihat baik-baik saja. Kondisi ini yang diberi nama Duck syndrome.
Duck syndrome tidak hanya dialami oleh remaja. Orang dewasa juga dapat mengalami hal tersebut. Istilah duck syndrome ini pertama kali muncul di Stanford University, Amerika Serikat, yang digunakan untuk menggambarkan kondisi seseorang yang tampak tenang, meskipun sebenrnya mengalami gangguan kecemasan.
Secara spesifik kondisi ini dianggap menimpa seseorang yang memilii tekanan untuk terlihat selalu sempurna. Kondisi ini dianalogikan seperti bebek yang sedang berenang. Sebab saat berenang, bagian atas tubuh bebek akan tampak tenang, tetapi sebenarnya sedang mengayuh kakinya dengan cepat untuk bisa ‘tetap di atas air’. Atau dengan kata lain di atas tetap tenang, tetapi di bawah terus berjuang agar tetap bisa mengapung.
Sebenarnya kondisi duck syndrome ini tidak resmi diakui sebagai penyakit mental. Namun lebih mengacu pada fenomena yang dugunkaan untuk mendeskripsikan siswa, mahasiswa, atau individu yang beranjak dewasa.
Mereka yang mengalami duck syndrome ini akan terlihat tenag dan baik-baik saja, tetapi sebenarnya mereka juga mengalami banyak tekanan, kepanikan untuk mencapai tuntutan hidup, dan kadang juga merasa ambyar.
Duck syndrome juga kerap terjadi ketika seseorang berusaha menyesuaikan diri di lingkungan baru atau dengan posisi baru. Ia akan merasa harus terlihat baik-baik saja meski sedang menghadapi masalah. Masalah sebenarnya akan muncul bila apa yang mereka tampilkan tidak sesuai dengan kenyataannya.
Terdapat tiga jenis duck syndrome yang mungkin terjadi pada gen Z dan milenials, yakni:
Pura-pura terlihat sukses
Duck syndrome jenis ini terjadi ketika seseorang berusaha tampil glamor, sukses, dan bahagia. Padahal di balik semua itu, ia memiliki utang yang banyak dan sedang berusaha hidup layak. Jenis ini dapat diatasi dengan cara menerima diri sendiri apa adanya.
Struggle alone
Jenis yang satu ini dianggap cukup berbahaya karena melibatkan persoalan mood dan gangguan kecemasan lainnya. Mereka yang mengalami struggle alone akan memperlihatkan dirinya baik-aik saja meski sebenarnya sedang banyak masalah dan mungkin butuh bantuan.
Cara mengatasinya dengan membiasakan diri untuk menerima bantuan orang lain, serta jangan menutup diri dalam menghadapi persoalan yang terjadi, dan tidak perlu malu mencari bantuan bila memang membutuhkan.
Membandingkan diri dengan orang lain
Ambisi yang terlalu besar dapat menyebabkan duck syndrome jenis ini. mereka bisa saja berambisi untuk sukses padahal sedang merasa kewalahan akan hal yang terjadi pada dirinya. Mereka harus diajak hidup lebih realistis dalam menerima kondisi dirinya agar bisa lebih fokus dalam meraih apa yang diinginkannya.
Itulah pengertian dari duck syndrome. Pastikan diri kita tidak sedang mengalaim hal tersebut untuk dapat menolong teman sekitar kita yang sedang terjebak dalam kondisi tersebut.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply