JAKARTA, KalderaNews.com — Sepuluh tahun lalu Melati Wijsen sempat bikin heboh. Di usianya yang baru 12 tahun ia mengkampanyekan pelarangan penggunaan plastik di pulau asalnya, Bali.
Warga Indonesia blasteran Belanda ini ketika itu mengancam akan melakukan mogok makan karena krisis polusi plastik di pulau itu. Tindakannya menarik perhatian para pembuat kebijakan dan membuatnya bertemu dengan Gubernur Bali dan perwakilan pemerintah daerah lainnya. Itu juga memulai kiprahnya sebagai pembuat perubahan bersinar, yang membuatnya diundang ke KTT iklim global.
Sekarang di usia 22 tahun, Wijsen adalah pendiri Bye Bye Plastic Bags dan berusaha menginspirasi generasi baru aktivis muda di seluruh dunia. Pada 3 Maret lalu, Eco-Business, sebuah media digital terkemuka di Asia, memberikan penghargaan kepadanya sebagai salah satu Eco-Business A-List 2022.
BACA JUGA:
- Inilah Profil SMAK Tirtamarta-BPK Penabur Pondok Indah, Asal SMA Mario Dandy Satriyo
- Dibantah TN dan PL, Ternyata Asal SMA Mario Dandy Satrio SMAK Tirtamarta-BPK Penabur Pondok Indah
- Mari Elka Pangestu Raih Alumni Award 2023 dari University of California Davis
Dalam penjelasannya kepada Eco-Business ia mengatakan dirinya merasa tetap termotivasi meskipun selama 10 tahun terakhir, ada kalanya dia merasa putus asa jika perubahan yang ingin dia lihat tidak terjadi cukup cepat.
“Yang saya lakukan adalah mengelilingi diri saya dengan orang-orang luar biasa yang setiap hari mengingatkan saya bahwa ada solusi di ujung jari kita,” katanya, dikutip dari situs Eco Business. “Kami tidak menunggu izin untuk mewujudkan perubahan itu.”
Bali memimpin dengan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang secara resmi melarang semua kantong plastik sekali pakai, sedotan, dan polistiren; namun Wijsen sadar bahwa perjuangan belum berakhir. Sorotan utama di tahun 2022 untuk timnya adalah mengorganisir pembersihan Bali besar-besaran untuk ketujuh kalinya. Sekitar 200 pembersihan dilakukan secara bersamaan di pulau itu dalam satu hari. Wijsen mengatakan itu menunjukkan kekuatan komunitas yang bersatu.
Dia juga telah memulai Youthtopia, platform pembuat perubahan yang berfokus pada pengembangan program dan konten antarsejawat (peer-to-peer). Platform ini mengumpulkan sekitar 200 pembuat perubahan muda dari 50 negara yang “memiliki rekam jejak perubahan mereka sendiri” – mulai dari advokat kebijakan hingga seniman, fotografer, dan podcaster.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnyadi Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com


Leave a Reply