Citraloka Nusantara: Ekspresi Estetika Postmodernisme Milenial

Guru seni sekaligus pelukis Kembang Sepatu dari SMPK 7 PENABUR Kedoya saat Pameran Lukisan Art Performance Citraloka Nusantara, PENABUR Kelapa Gading International School, Sabtu, 8 Februari 2020
Guru seni sekaligus pelukis Kembang Sepatu dari SMPK 7 PENABUR Kedoya saat Pameran Lukisan Art Performance Citraloka Nusantara, PENABUR Kelapa Gading International School, Sabtu, 8 Februari 2020 (KalderaNews/Fajar H)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Sebanyak 70 lukisan dari 58 pelukis menghiasi ruang pameran Art Performance “Citraloka Nusantara” di PENABUR Kelapa Gading International School, Sabtu, 8 Februari 2020 lalu. Para pelukisnya adalah adalah guru dan peserta didik jenjang SMPK PENABUR Jakarta.

Begitu pita di ruang pameran dipotong Ketua BPK PENABUR Jakarta, Antono Yuwono didampingi Pengurus BPK PENABUR Jakarta, Priscilla, Kepala Divisi Pendidikan Jenjang SMP BPK PENABUR Jakarta, Ieke Poelihawati dan Ketua Panitia Art Performance “Citraloka Nusantara”, Ester Junianti, pengunjung langsung disuguhi beragam lukisan dengan berbagai ukuran.

Ada yang melukis secara figuratif, realis, abstrak, kubisme yang menggetarkan, bahasa simbolis yang menggebu-gebu, suasana surealistik yang sunyi-senyap, sketsa yang lebut, bahasa visual yang semi abstrak, semi impresionistik hingga realis humoris.

BACA JUGA:

“Ada 17 SMPK SMPK PENABUR Jakarta yang ambil bagian. Masing-masing sekolah mengirim 4 lukisan: 3 karya siswa dan 1 karya guru,” tegas Kembang Sepatu selaku pelukis dan guru seni dari SMPK 7 PENABUR di Kedoya Jakarta.

Ia menambahkan keanekaragaman alam dan budaya Indonesia terepresentasi dalam lukisan. Apa yang dilukis anak-anak pada dasarnya bermuara pada aliran pop art.

Diketahui, pop art adalah suatu gerakan dalam seni modern yang meniru metode, gaya, dan tema dari budaya populer dan media massa, seperti komik, iklan, dan fiksi ilmiah. Pop art muncul selama pertengahan hingga akhir 1950-an sebagai pemberontakan pada pandangan terhadap seni konservatif.

Pengunjung Pameran Lukisan Art Performance Citraloka Nusantara, PENABUR Kelapa Gading International School, Sabtu, 8 Februari 2020
Pengunjung Pameran Lukisan Art Performance Citraloka Nusantara, PENABUR Kelapa Gading International School, Sabtu, 8 Februari 2020 (KalderaNews/Fajar H)

Barometer seni konservatif dengan estetika “tinggi” kerap menggunakan subyek-subyek karya bertema serius yang berkaitan dengan sejarah, mitologi sampai kesusilaan perlahan tersingkir oleh seniman-seniman yang menciptakan karya-karya bernuansa lebih santai dan sederhana.

Para seniman “pemberontak” ini beralih ke referensi film-film, iklan, produk-produk terkenal, musik pop hingga komik untuk fondasi karya. Terkadang karya pop art memang terlihat banal, namun di baliknya bisa tercipta sebuah maksud untuk mengeritik budaya konsumerisme yang pada masa itu sedang naik ke permukaan.

Ekspresi estetika postmodernisme pun terungkap pada eksplorasi dan kreativitas peserta didik jenjang SMPK PENABUR Jakarta yang dengan jiwanya mencari hal-hal yang baru.

Hal demikian diakui Kembang Sepatu yang mengungkapkan bahwa gerakan pop art di kalangan pelukis milenial begitu kentara dan menggebu-gebu. Pelukis milenial memilih jalan kebebasan ide, warna, bentuk dan komposisi. Tekniknya pun out of the box karena estetika kekinian bagi milenial adalah ekpresi kebebasan yang mendekonstruksi.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*