Memahami Toxic Positivity dan Ciri-Cirinya, Ucapan Penyemangat Jadi Racun

Toxic positivity membuat percakapan menjadi kurang mendalam dan bermakna karena ungkapan yang terlalu general di awal (KalderaNews/Ist)
Toxic positivity membuat percakapan menjadi kurang mendalam dan bermakna karena ungkapan yang terlalu general di awal (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Istilah “Toxic Positivity” masih diperbincangkan di jagat sosial media. Pada jurnal Cat Rodie berjudul “Happy or Hurting”, ungkapan penyemangat yang tidak baik seringkali ditemukan pada kalimat motivasi di sosial media. Bukan berarti tidak boleh memberikan semangat, hanya saja seseorang yang sedang tidak beruntung merasa tidak didukung untuk merasakan kesedihannya.

Cat Rodie mengatakan bahwa toxic positivity dalam percakapan tatap muka bisa sangat menyakitkan. Orang yang sedih merasa tidak diberi kesempatan untuk mencurahkan perasaannya, padahal merasa tidak baik-baik saja itu tidak apa-apa. Toxic positivity membuat percakapan menjadi kurang mendalam dan bermakna karena ungkapan yang terlalu general di awal.

Di masa sulit seperti pandemi saat ini penting bagi kita untuk mengembangkan kemampuan mendengarkan orang lain. Ciri-ciri sebuah ungkapan penyemangat menjadi racun untuk diri sendiri dan orang lain ialah:

BACA JUGA:

Invalidasi Perasaan

Kamu pasti pernah menerima ungkapan “jangan menyerah” ketika di posisi kurang beruntung, seperti gagal masuk perguruan tinggi favorit, kekerasan rumah tangga, atau situasi buruk lainnya. Temanmu mungkin ingin memberi semangat untuk menghibur kamu, tetapi kadangkala hidup tidak sesuai rencana.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*