JAKARTA, KalderaNews.com – Selama pandemi Corona ada bentuk hubungan baru dengan kematian. Setiap hari dari kejauhan kita melihat teman, anggota keluarga, atau orang lain meninggal. Sering kali kita tidak dapat menghadiri upacara keluarga, dan bahkan mungkin harus berkabung dalam kesendirian dan isolasi.
Sebenarnya pemikiran mengenai “kematian” dan “kehidupan” adalah salah satu pembahasan dalam bidang filsafat. Bagaimana evolusi pemikiran manusia dari masa ke masa memaknai eksistensi manusia dalam alam semesta?
Direktur Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta sekaligus Pengampu Kelas Filsafat yang diselenggarakan Komunitas Salihara Arts Center, Karlina Supelli mengakui bahwa kehidupan dan kematian sebenarnya adalah salah satu keprihatinan tertua dan paling meresap dalam filsafat.
BACA JUGA:
- Dari Atma Jaya Yogyakarta Hingga STF Driyarkara Jakarta Putuskan Kuliah Daring dan Tugas Terstruktur Karena Corona
- Dirjen Bimas Katolik Puji Kerja Senyap Gereja dan Sekolah Katolik Atasi Covid-19
- Mgr Sunarka SJ, Sang Uskup, Rektor, dan Guru itu Telah Berpulang, Selamat Jalan!
“Faktanya, hampir setiap tradisi filosofis mengeksplorasi bagaimana manusia harus berhubungan dengan kehidupan dan kematian. Platon bahkan melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa tujuan filsafat adalah untuk mempersiapkan kita menghadapi kematian,” ungkap Karlina.
Leave a Reply