Peneliti: Ibu Kota Negara Baru di Kalimantan Timur Hanya Pusat Pemerintah, Pusat Ekonomi Tetap di Jakarta

Ilustrasi: Salah satu desain ibu kota negara Indonesia yang baru di Kalimantan Timur. (KalderaNews.com/Ist.)
Ilustrasi: Salah satu desain ibu kota negara Indonesia yang baru di Kalimantan Timur. (KalderaNews.com/Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Wacana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur sudah mendekati titik temu. Kini, RUU IKN sedang dibahas oleh Pemerintah dan DPR.

Kebijakan tersebut tentu menuai beragam pandangan terkait dengan realisasi waktu dan feasibilitas daerah baru di Kalimantan Timur sebagai calon ibu kota NKRI. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melalui Pusat Riset Politik melakukan serangkaian seri webinar untuk mengulas Ibu Kota Negara baru itu.

Seri pertama diskusi membahas bagaimana respons pusat dan daerah dalam melihat prospek IKN di Kalimantan Timur dan rangkaian kebijakan publik ibu kota negara yang ideal dan optimal bagi pembangunan yang merata, berkeadilan, dan berkelanjutan.

BACA JUGA:

Kepala Pusat Riset Politik, BRIN, Firman Noor mengatakan, “Mesti dicari titik bersama antara pusat dan daerah dalam menimbang IKN ini, karena seringkali daerah dirugikan dengan adanya kebijakan yang top down dan dampak migrasi yang akan muncul ke depannya,” ungkap Firman.

Maka, lanjut Firman, diperlukan diskusi yang sifatnya berkelanjutan dengan melibatkan berbagai stakeholders terkait, termasuk warga negara. Menurut Firman, peran peneliti di Pusat Riset Politik BRIN adalah sebagai inisiator atau penggagas, concept developer dan juga mengorganisasi pelaksanaan kegiatan.

“Topik Ibu Kota Negara yang baru merupakan salah satu fokus kajian kontemporer Pusat Riset Politik saat ini, dengan harapan dapat memberikan solusi komprehensif atas wacana pemindahan ibu kota,” tutur Firman.

Anggota tim Kajian Ibu Kota Negara, Pusat Riset Politik BRIN, Wasisto Raharjo Jati mengatakan bahwa posisi aspirasi yang setara menjadi poin penting dalam menimbang aspirasi pusat dan daerah.

“Hal ini dikarenakan perspektif dominan selama ini terlalu Jawa-sentris, sehingga suara-suara daerah belum begitu menjadi atensi. Itulah yang membuat rasa kepemilikan (sense of belonging) terhadap Ibu Kota Negara baru ini bisa saja bernuansa elitis daripada inklusif. Maka, penting sekiranya suara-suara daerah diperhatikan, terutama masyarakat adat di Kalimantan Timur yang kerap kali termarjinalkan,” tambahnya.

Sementara, peneliti senior Pusat Riset Politik BRIN, Syafuan Rozi memberikan penekanan keterkaitan antara fase pemindahan dan pembagian fungsi ibu kota baru. Akan lebih baik, kata Syafuan Rozi, jika nanti Ibu Kota Negara di Kalimantan Timur hanya fokus saja sebagai pusat politik dan pemerintahan saja.

Sedangkan fungsi lain seperti ekonomi bisa tetap di Jakarta. Hal ini mengingat fase pemindahan yang tidak mudah dan juga jangan sampai Ibu Kota Negara baru nanti seperti Jakarta jilid 2, di mana semua fungsi menumpuk pada satu kota.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*