JAKARTA, KalderaNews.com – Peleburan 5 entitas utama riset di Indonesia yakni BATAN, LAPAN, LIPI, BPPT, dan Kemenristek, termasuk di dalamnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, melahirkan persoalan baru terkait nasib para penelitinya.
Kendati demikian, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko berdalih integrasi ini akan memperkuat keberadaan seperti LBM Eijkman yang selama ini hanya sebagai salah satu unit proyek di Kemenristek. Ia beralasan LBM Eijkman kini menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman.
“Nantinya yang menjadi periset di PRBM Eijkman bukan hanya berasal dari mantan pegawai LBM Eijkman saja melainkan diperkuat oleh periset lain dari kelima entitas yang terintegrasi,” jelasnya.
BACA JUGA:
- Kepala BRIN: WINNER 2021 Jadi Platform Akselerasi Kolaborasi Riset Indonesia-Belanda
- Kini BRIN Bawahi 4 Lembaga Penelitian, Inilah Tiga Arah Kebijakannya
- Laksana Tri Handoko Resmi Dilantik Sebagai Kepala BRIN, Siap Mendongkrak Roda Riset Indonesia
Ia menambahkan selama ini keberadaan LBM Eijkman bukan sebagai lembaga resmi pemerintah, namun hanya sebagai salah satu unit ad hoc di bawah Kemenristek yang mempunyai tugas melakukan penelitian di bidang biologi molekuler.
“Sejak diaktifkan kembali tahun 1992, keberadaan LBM Eijkman bukan sebagai lembaga resmi pemerintah, melainkan hanya sebagai salah satu unit proyek di Kemenristek. Oleh karena itulah, para pegawai negeri di LBM Eijkman tidak bisa menjadi peneliti dikarenakan Kemenristek bukan sebagai lembaga riset,” kata Handoko.
“Nantinya kegiatan PRBM Eijkman akan semakin kuat dengan bergabungnya para periset lain yang ada di BRIN, misalnya kegiatan surveilans dan Whole Genome Sequencing (WGS) akan dikelola terintegrasi sehingga kapasitas jauh lebih besar dengan biaya yang jauh lebih murah,” tambahnya.
Terkait nasib para pegawai Handoko menegaskan justru menguntungkan para pegawai LBM Eijkman karena dapat diangkat menjadi periset di PRBM Eijkman. BRIN menyediakan beberapa opsi yang dapat dipergunakan oleh mereka tergantung status kepegawaian para honorer tersebut.
“Kepada mereka yang sudah menyelesaikan jenjang pendidikan S3, saya bisa tarik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) BRIN dan itu sudah berjalan sejak bulan Oktober 2021 melalui mekanisme penerimaan ASN tahun 2021. Bagi yang berusia diatas 40 tahun diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sedangkan yang dibawah 40 tahun sebagai ASN biasa,” ungkapnya.
Bagi mereka yang belum menyelesaikan jenjang S3, Handoko menawarkan skema S3 melalui program by research. Mereka yang mengambil skema ini akan mendapatkan research assistant selama menyelesaikan program S3, dan apabila telah selesai maka akan dapat direkrut sebagai ASN BRIN.
Menurut Handoko, saat ini jumlah periset yang ada di PRBM Eijkman sebetulnya tidak lebih dari 40 orang, selebihnya merupakan pegawai honorer atau Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN). Pengangkatan PPNPN itu harus sesuai ketentuan yang berlaku dan mendapatkan izin dari lembaga pembina kepegawaian. Menurut regulasi pemerintah masa kerja PPNPN itu maksimal satu tahun sesuai kontraknya dan dapat diperpanjang lagi untuk satu tahun berikutnya.
“Permasalahan pegawai PPNPN yang tidak bisa diperpanjang kontrak kerjanya ketika integrasi dengan BRIN bukan hanya terjadi di LBM Eijkman saja, namun hal ini juga terjadi di 5 entitas lainnya yakni LIPI, BPPT, BATAN, LAPAN, dan Kemenristek.”
BRIN juga memberikan opsi bagi peneliti yang lanjut usia, mereka tetap akan diberikan kesempatan untuk melanjutkan study hingga S3. Karena pihaknya tidak membatasi usia.
“Di BRIN yang mau pensiun tapi mau studi boleh, karena setelah pensiun nanti masih bisa mengajar di kampus, justru ini menjadi bekal mereka dan lebih banyak kontribusi kepada masyarakat meski sudah pensiun,” bebernya.
Handoko lantas memastikan dengan hadirnya BRIN sebagai regulator yaitu pembuat policy sekaligus lembaga riset pemerintah, pihaknya akan melakukan pengelolaan kelembagaan dan organisasi yang jauh lebih baik dan efisien. Hal ini karena pengelolaan akan berbasis fungsional bukan lagi struktural.
“Dengan adanya BRIN kita memiiliki instrumen fasilitas infrastruktur, dan anggaran untuk memperkuat riset, dan membuka open platform untuk melakukan riset tanpa punya alat. Itu tidak mungkin dilakukan oleh Kemenristek sebelumnya, dengan begitu masalah fundamental riset ini bisa kami selesaikan dengan efesien,” jelasnya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply