
TANGERANG, KalderaNews.com – Universitas Pelita Harapan (UPH) menggelar Career Talk bertajuk “Are You Ready for the Disruptive Era?” di Kampus UPH Lippo Village, Tangerang pada Senin, 27 Januari 2020 sebagai salah satu upaya mempersiapkan mahasiswanya agar siap menghadapi era disrupsi. Acara dihadiri sekitar 250 mahasiswa dari berbagai program studi.
Hadir selaku narasumber Direktur PT Astra International Tbk, Paulus Bambang W.S., Executive Director Charta Politika Indonesia & Co Founder Asumsi, Yunarto Wijaya, CEO Kitong Bisa Foundation & Staff Khusus Presiden Jokowi, Billy Mambrasar, TV Host, Mc, Entreprenuer dan Public Speaker, Choky Sitohang serta Professor di IPMI International Business School, Prof. Roy Sembel, Ph.D selaku moderator.
Suka atau tidak suka disrupsi digital berdampak pada berbagai bidang tak terkecuali di dunia profesi dan bisnis, politik, entertainment, dan pendidikan. Direktur PT Astra International Tbk, Paulus Bambang W.S meyakini bahwa di dalam setiap bisnis pasti terjadi disrupsi.
BACA JUGA:
- PHBS, Cara Sekolah dan Orangtua Cegah Penyebaran Virus Corona
- 3 Trik bagi Orangtua dalam Mendampingi Generasi Gilenial
- Marketplace Beasiswa ke Belanda Paling Komplit
- SMA Tarakanita Magelang Gali Talenta Milenial Lewat Tarakanita Action Days 2020
- Yuk Simak Trik Meraih Beasiswa S1 dan S2 di Luar Negeri!
- Kenapa Kamu Melanjutkan Studi ke Inggris, Inilah Alasannya!
- Tidak Jujur dan Disiplin Saat Kecil Bisa Jadi Pemicu Korupsi
“Disrupsi itu hanya bagi orang yang tidak siap. Jika kita tidak mampu berkompetisi atau menang dari kompetitor maka kita harus bergabung dan bekerja sama dengan mereka,” ucap Paulus.
Sementara di tengah banyaknya skandal dan permasalahan, bidang politik tidak terlepas dari disrupsi. Ditegaskan Yunarto Wijaya, Indonesia menjadi salah satu yang lambat dalam perkembangan politik. Buktinya riset politik baru muncul pada 2004 dan masih menggunakan perangkat konvensional.
“Dengan disrupsi yang muncul sekarang, fungsi lembaga legislatif bisa tergantikan dengan netizen, terutama dalam pembuatan kebijakan publik. Dengan kekuatan media sosial, banyak bermunculan akun-akun politik dan masyarakat pun semakin mudah mengawasi gerak gerik para pemangku politik,” tambahnya.
Ada tiga hal yang penting untuk menghadapi era ini yang disingkat menjadi 3C yaitu capability, client, dan colaboration.
“Indonesia masih punya PR besar. Terutama kemampuan literasi dan bahasa agar dapat meningkatkan capability. Jadi tidak cukup hanya di ruang kelas. Kalau dulu, client adalah raja. Sekarang sifatnya gimmick. Terakhir, kolaborasi, itu harus. Kita tidak bisa menjadi raja di pangsa pasar kita tanpa berkolaborasi dengan sektor lain yang memiliki competitive advantage lain. Bila hal-hal ini dilakukan saya yakin Indonesia bisa berada pada skala bertahan di era disrupsi,” jelasnya.
Demikian halnya disrupsi di dunia entertainment diakui oleh Choky Sitohang telah terjadi sejak 30 tahun lalu.
“Saat ini, audiens lebih menyukai sajian yang instan, artinya bisa diputar ulang, dilewati adegan yang membosankan, dan diberhentikan kapan saja. Televisi saat ini juga diserang dengan media sosial terutama Youtube. Namun, disrupsi apapun di berbagai zaman mampu dikalahkan dengan karakter,” jelas Choky.
Billy Mambrasar menambahkan semua pihak harus berani berinovasi. Khususnya generasi milenial yang akan memimpin di 2045 nanti. Ada empat hal utama yang harus dimiliki, yaitu kreatif, inovatif, berani mengambil risiko, dan punya critical thinking.
Skills di luar bangku sekolah juga sangat penting. Karenanya ia mendukung program kementerian pendidikan untuk aktif berorganisasi dan melakukan aktivitas di luar kelas.
“Indonesia memiliki banyak generasi milenial kreatif dan inovatif. Dan kita harus menggandeng mereka untuk menciptakan pasukan yang bisa membangun negara ini,” tandas Billy.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply