
JAKARTA, KalderaNews.com — Webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Multimedia Musantara hari Rabu, 6 Mei, membahas topik menarik: Using Mobile Phone to Fight Disinformation. Yang menjadi pemateri, F.X. Lilik Dwi Mardjianto, dosen mata kuliah Digital Fact Checking di jurusan Jurnalistik Fikom UMN.
Pada kesempatan itu, Lilik antara lain megetengahkan perbedaan Disinformasi, Misinformasi dan Malinformasi. Ketiganya sama-sama menyajikan informasi yang keliru namun berbeda ciri-cirinya.
Menurut dia, Disinformasi adalah informasi palsu yang disebarkan dengan unsur kesengajaan untuk menipu. Sedangkan Misinformasi adalah informasi yang direkayasa dan disebarkan dengan tidak sengaja.
Ada pun Malinformasi adalah informasi yang memang memiliki unsur kebenaran namun penyajiannya dikemas sedemikian rupa untuk melakukan tindakan yang merugikan beberapa pihak.
Di Indonesia pentingnya telepon genggam untuk melawan misinformasi beranjak dari kenyataan bahwa smartphone merupakan gawai yang paling banyak dipakai untuk mengakses internet di Indonesia.
Menurut hasil riset Aliansi Jurnalistik Indonesia(AJI) pada tahun 2018, penetrasi penggunaan internet indonesia mencapai 171,17 juta jiwa dan sebagian besar pengguna internet mengaksesnya via telepon pintar. Pemakaian internet juga umumnya adalah untuk komunikasi lewat pesan.
BACA JUGA:
- PKN STAN Tidak Buka Pendaftaran, Tahun 2020 Ini Bukan yang Pertama Kali
- Sri Mulyani: Mahasiswa Baru PKN STAN Harus Jujur dan Hargai Perbedaan
- Wisuda 4436 Mahasiswa PKN STAN, Sri Mulyani: Jangan Berhenti Belajar
- Simak, Berikut 15 Ucapan Selamat Waisak Berbahasa Indonesia dan Inggris
- TKK 6 PENABUR Apresiasi Para Pahlawan Pendidikan Saat Pandemi Covid-19 Lewat Lagu

F.X. Lilik Dwi Mardjianto (dok UMN)
Sesuai dengan tujuan seminar yaitu untuk menambah pengetahuan seputar cara memerangi disinformasi menggunakan telepon genggam, Lilik membagikan pengetahuan di seputar ilmu dasar digital fact-checking.
Dalam melakukan fact checking, kata Lilik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu sumber (source), (who) yang memuat unsur siapa, (textual content) konten berupa teks dan (visual content) atau gambar.
Untuk meneliti konten yang benar dan palsu yang tersebar di jaringan sosial, salah satu cara yang dikemukakan oleh Lilikadalah dengan menerapkan Literasi Sumber Berita Digital (Digital Source Literacy).
“Kita dapat memverifikasi kebenaran sebuah konten dari sebuah website dengan memasukan kode url dari sebuah tautan portal berita. Hal ini cukup mudah dilakukan untuk menunjang literasi digital,” jelas Lilik, dikutip dari situs resmi UMN, umn.ac.id.
Lilik menyarankan beberapa situs yang dapat dipakai melakukan verifikasi, seperti who.is dan domainbigdata.com. Sedangkan untuk menguji konten berita berupa gambar dan sedikit tulisan (suspicious content reverse image) dilakukan dengan membandingkan gambar dan melihat sumber berita yang menggunakan gambar yang sama.
Webinar ini dipandu oleh Veronica Kaban selaku dosen Mobile and Social Media Journalism UMN.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply