Kurikulum Merdeka Sulit Diimplementasikan, Ini Lho 5 Miskonsepsinya

SMAS Al-Izzah Batu. (Dok.Al-Izzah Batu)
SMAS Al-Izzah Batu.(Dok.Al-Izzah Batu)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Implementasi Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023 menuai berbagai persepsi di masyarakat. Untuk meluruskan miskonsepsi implementasi kurikulum tersebut, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (Kepala BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo angkat bicara.

BACA JUGA:

Ia mengatakan ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam menjelaskan miskonsepsi tersebut.

  1. Kurikulum Merdeka sebagai alat perbaikan di sekolah dan kelas
  2. Ada penerapan Kurikulum Merdeka yang benar/salah secara absolut, benar/salah tidak absolut tetapi kontekstual.
    “Kurikulum diterapkan sekolah A berbeda dengan sekolah B. Kriteria benar/salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter & kompetensi anak didik. Yang bisa tahu terjadi atau tidak adalah bapak/ibu guru yang di kelas,” terang Anindito, pada Silahturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, secara daring, Kamis, 21 Juli 2022.
  3. Adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu pelatihan dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka.
    “Jangan menunggu dari pusat, guru dapat mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri. Peran Kemendikbudristek adalah menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri,” terang Anindito.
  4. Miskonsepsi terkait proses belajar menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan, sekali belajar dan pelatihan langsung bisa dan tuntas. Penting untuk diperhatikan agar terus melakukan penerapan siklus belajar dan direfleksikan.
  5. Adanya miskonsepsi bahwa Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di sekolah fasilitas lengkap.
    “Justru Kurikulum Merdeka fleksibel sehingga bisa diterjemahkan dan diturunkan serta diterapkan di manapun, dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di pelosok dengan fasilitas minim,” terang Anindito.

“Prinsip utamanya adalah berorientasi pada murid dengan memprioritaskan tumbuh kembang anak secara utuh, mementingkan pengembangan kompetensi dan karakter murid. Kurikulum Merdeka memudahkan dan mendorong guru untuk berorientasi pada murid, misalnya berfokus pada materi esensial, jadi materi tiap mata pelajaran lebih sedikit sehingga guru tidak perlu terburu-buru dalam mengajar. Guru bisa menggunakan metode yang lebih interaktif, lebih mendalam, dan lebih menyenangkan,” tandas Anindito.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*