
JAKARTA, Kalderanews.com — Mahasiswa Universitas Taylor dari kota Upland, Indiana, AS, baru-baru ini melakukan praktik mengajar di sejumlah sekolah di Jawa dan Bali.
Mereka sangat terkesan dengan keunikan budaya yang diperlihatkan murid-murid.
Salah satunya adalah cara bersalaman.
Madeline Stultz, satu di antara mahasiswa itu, mengungkapkan kesan yang manis dari cara murid-murid menyalami mereka dengan meletakkan telapak tangan lawan bersalaman mereka di dahi.
BACA JUGA:
- Diaspora Indonesia Profesor di New York University
- Mahasiswa Indonesia Kembali Tunjukkan Prestasi Istimewa di Hesston College Kansas
- Pj Gubernur DKI Jakarta Minta Siswa Banyak Baca Buku Biar Prestasi Meningkat
“Salah satu cara mereka menunjukkan rasa hormat adalah dengan memegang tangan Anda dan meletakkannya di dahi mereka,” kata Stultz, mahasiswa tingkat dua jurusan Bahasa Spanyol pada Program Teaching English to Speakers of Other Languages (TESOL) Universitas Taylor, dikutip dari The Echo, 23 Februari 2023.
“Jadi mereka berkeliling dan memegang tangan kami dan meletakkannya di dahi mereka. Saya pikir ada 100 orang mereka dan mereka melakukan itu kepada kami, dan itu benar-benar sebuah kerendahan hati dan sangat, sangat manis,” kata Stultz.
Program study tour mereka dipimpin oleh profesor dan Direktur Program TESOL, Jan Dormer, dan suaminya.
Pasangan ini sebelumnya tinggal di Indonesia selama delapan tahun.
Dormer memiliki beberapa koneksi dengan sekolah di Indonesia, yang membuka kesempatan kepada para mahasiswa AS tersebut.
Selama berada di Indonesia, Stultz dan kawan-kawan berpindah dari satu sekolah ke sekolah lain, yang memberi mereka kesempatan untuk mengajar Bahasa Inggris.
Mereka menghabiskan dua minggu pertama di pulau Jawa sebelum pindah ke Bali untuk minggu terakhir mereka.
Setiap mahasiswa ditugaskan sebagai mitra pengajar dengan bahan yang direncanakan bersama.
“Kami belajar di sejumlah sekolah negeri, yang (muridnya) beragama Islam dan kemudian beberapa sekolah swasta, (yang beragama Kristen), dan beberapa program bimbingan belajar, kemudian beberapa sekolah negeri (muridnya beragama) Hindu di Bali,” kata Stultz.
“Itu sungguh variasi ruang kelas yang sangat luas dan saya pikir itu adalah sesuatu yang unik yang ditemukan di Indonesia,” kata dia.
Di hari pertama, kelompok mahasiswa ini masih mengalami jet lag. Meskipun demikian, Stultz menganggap hari pertama itu sebagai salah satu yang paling berdampak.
Stultz merasa kewalahan saat dia mendapat bagian mengajar di ruang kelas yang sederhana, namun dengan begitu ia menemukan cara mengembangkan dan menumbuhkan pengajaran dengan cara yang unik.
Mahasiswa lainnya, Sarah Ebenroth, dari jurusan pendidikan dasar dengan konsentrasi TESOL, memutuskan ikut dalam perjalanan ke Indonesia dengan harapan dapat meningkatkan kemampuan mengajar bahasa Inggrisnya.
Dia menikmati mengajar siswa usia sekolah dasar di Indonesia.
“Saya merasa saat-saat itu [mengajar siswa sekolah dasar] benar-benar istimewa karena saya dapat bekerja dengan jenis siswa yang suatu hari nanti akan saya hadapi, tetapi juga, memiliki kesempatan istimewa untuk masuk ke kelas mereka dan memasuki dunia mereka dan belajar tentang mereka dan budaya mereka,” kata Ebenroth.
“Juga, kesempatan istimewa untuk mengajar mereka sedikit bahasa Inggris.”
Ebenroth dan Stultz menjelaskan pengalaman yang berbeda setiap hari.
Ada kalanya tim berjalan kaki ke sekolah setempat, di hari lain mereka naik bus ke sebuah universitas.
Beberapa hari mereka mengajar selama satu jam, hari lain, mereka mengajar selama satu hari penuh.
Beberapa hari mereka mengajar anak-anak taman kanak-kanak, di hari lain, mereka mengajar anak sekolah menengah.
“Setiap hari, saya merasa seperti dibangunkan untuk memahami apa yang kami lakukan,” kata Ebenroth.
Sifat perjalanan yang tidak dapat diprediksi dan mengikuti arus ini adalah sesuatu yang harus diterima oleh setiap anggota tim.
“Di akhir perjalanan, saya menemukan diri saya mengetahui kegiatan yang harus dilakukan bersama murid, mengetahui, sejujurnya, bagaimana cara mengajar bahasa Inggris pemula,” kata Ebenroth.
Dia memahami bahwa masih banyak yang harus dia pelajari, tetapi dia merasa pengalaman selama tiga minggu itu meningkatkan kepercayaan dirinya dan keterampilan mengajarnya secara eksponensial.
Ebenroth merasa bersyukur atas kesempatan untuk mengajar di Indonesia dan banyak hal yang telah mengembangkan dan menguatkannya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply