Resepsionis sering dipandang sebagai tangga paling awal untuk menapak karier yang lebih tinggi. Semacam profesi sementara atau profesi transit. Carly Fiorina, misalnya, dulu selama enam bulan pernah menjadi resepsionis di sebuah perusahaan real estat sebelum di kemudian hari menjadi CEO Hewlett Packard.
Namun tidak sedikit resepsionis yang sangat mencintai pekerjaannya dan menjadi sangat profesional. Dari satu perusahaan ke perusahaan lain ia bekerja dengan pekerjaan yang sama, menjadikannya sebagai panggilan jiwanya. Dibayar mahal pula.
Apa gerangan yang membuat para resepsionis yang demikian ini dicari? Mengapa mereka tidak dapat digantikan oleh mesin atau robot? Tentu ketrampilan dan keahlian teknis-profesional tidak dapat ditawar. Namun yang tidak kalah penting adalah peran sebagai pencipta terang di tengah suasana muram yang selalu bercahaya di garda terdepan.
Demikian akrabnya kita dengan peran mereka sampai-sampai keceriaan yang mereka ciptakan menjadi terlalu biasa. Sering tak lagi kita pandang sebagai ‘keajaiban.’ Kita menjadi abai terhadap salah satu profesi terpenting di dunia.
Leave a Reply