Dua Mujizat Membaca Buku, Sudahkah Kamu Mengalaminya?

Sharing for Empowerment

Ini dialami oleh Barth Landor,  pembaca The New York Times lainnya. Ketika itu dia masih muda, berumur 21 tahun, tatkala  ayahnya memberinya sebuah buku tebal. Judul bukunya benar-benar tak membuatnya tertarik sama sekali: “Concluding Unscientific Postcript to Philosophical Fragments.” Penulisnya juga tidak ia kenal.

Namun tatkala ia mulai membacanya, secara pelan-pelan, dengan hati-hati, pikirannya terbuka. “Itu mengubah hidup saya,” tulis dia.

Landor mengatakan buku itu menggugah pembaca secara meyakinkan bahwa  tidak ada yang lebih penting daripada keberadaan individu. Penulis buku itu, Soren Kierkegaard (kemudian namanya dikenal sebagai filsuf dan teolog dan dipandang sebagai filsuf eksistensialis pertama) menurut Landor, “adalah seorang ksatria penyendiri yang paling bersemangat memegang pedangnya di hadapan otoritas yang sombong di gereja dan akademi.”

Tampang sampul bukunya yang membosankan, kata Landor, menutupi  kecemerlangan isinya. “Di setiap halaman ada bukti berpikir penulisnya yang luar biasa. Penulisnya tidak terlalu terkenal di luar kalangan Copenhagen (Denmark); bukunya hanya terjual dalam jumlah kecil, dan tidak memenangkan penghargaan apa pun. Tetapi itu tak apa-apa bagi dia. Kierkegaard menunjukkan bahwa untuk mengubah dunia – setidaknya dunia saya – cukup dengan duduk sendiri di sebuah ruangan dengan pinsil, kertas, berfikir dan menulis,” tulis Landor.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*