JAKARTA, KalderaNews.com – Menulis jurnal terindeks scopus merupakan prestasi bagi peneliti dan dosen. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat kesulitan yang tinggi saat proses pembuatan jurnal dan penerbitannya. Selain itu, jumlah jurnal yang terindeks Scopus, apalagi Q1, akan memengaruhi akreditasi sebuah perguruan tinggi. Semakin banyak, maka semakin prestisius sebuah universitas.
Menulis jurnal terindeks Scopus terbilang sulit, mesti melalui beberapa tahapan peer review terlebih dahulu. Selain itu, sebuah jurnal harus melewati beragam revisi supaya absah pada tingkat Q1. Jika kurang revisi, maka biasanya turun ke quartile yang lebih rendah.
BACA JUGA:
- Tugas Pokok Dosen Bukan Hanya Mengajar, Tapi Juga Publikasi Ilmiah
- Kenapa Indonesia Disebut “Negara +62”? Ternyata Begini Sejarah dan Penjelasannya
- Tip Penting Peroleh Sertifikasi Dosen. Jangan Sepelekan!
Tahap 1 : Artikel Dinilai Oleh Lembaga Penilai Jurnal
Setelah jurnal ditulis dan direvisi oleh dosen, maka saatnya menyerahkannya ke lembaga penilai jurnal Scopus, yaitu Scimago Journal Ranking. Nantinya jurnal ini akan mendapatkan predikat Q1-Q4 berdasarkan indikator yang telah ditetapkan oleh Scimago. Indikator tersebut ialah banyaknya sitasi dan jumlah artikel.
Tahap 2: Mendapatkan Status Jurnal Q1
Ibarat mencari kerja, penempatan ranking jurnal juga memerlukan proses ulasan dari tim seleksi Scimago. Tim editor jurnal harus mampu memilah draft yang mampu mengundang banyak sitasi. Semakin banyak pembaca mengutip dan menjadikan referensi, maka semakin besar peluang untuk terindeks Scopus Q1.
Leave a Reply