Apa Itu Politik Dinasti, Penyebab dan Dampak Seandainya Negara Lekat dengan Politik Dinasti

Kicauan akun resmi BEM UI yang menyebut Jokowi King of Lip Service
Kicauan akun resmi BEM UI yang menyebut Jokowi King of Lip Service (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.

Dinasti politik lebih identik dengan kerajaan sebab kekuasaan akan diwariskan secara turun-temurun dari ayah kepada anak, agar kekuasaan akan tetap berada di lingkaran keluarga.

Politik dinasti merujuk kepada praktik dimana anggota keluarga yang sama atau kerabat dekat secara terus-menerus dan berulang-ulang memegang posisi politik atau pemerintahan dalam sebuah negara atau wilayah.

BACA JUGA:

Dalam konteks politik, dinasti sering kali mengacu pada keluarga atau kerabat yang menguasai kekuasaan dan jabatan penting dalam pemerintahan, baik secara legal maupun tidak.

Dalam politik dinasti, pemegang kekuasaan sering kali melibatkan keluarga mereka dalam berbagai posisi pemerintahan atau politik, sehingga mereka dapat mempertahankan kendali dan pengaruh mereka atas negara atau wilayah tersebut.

Praktik ini dapat menciptakan konsentrasi kekuasaan dalam satu keluarga atau kelompok kecil, yang dapat mengarah pada masalah seperti nepotisme dan kurangnya akuntabilitas dalam pemerintahan.

Politik dinasti dapat ditemukan di berbagai negara di seluruh dunia, baik di tingkat nasional maupun lokal. Hal ini dapat mencakup kepemimpinan politik, jabatan pemerintahan, dan posisi penting lainnya.

Meskipun dalam beberapa kasus, anggota dinasti mungkin memiliki kualifikasi yang baik untuk posisi yang mereka pegang, kritik sering muncul terkait dengan ketidakmerataan akses ke posisi pemerintahan dan kesempatan politik bagi individu di luar keluarga atau kerabat yang menguasai dinasti tersebut.

Apa yang terjadi seandainya negara atau daerah menggunakan politik dinasti

Menurut Dosen Ilmu Politik Fisipol UGM, A.G.N. Ari Dwipayana dikutip dari situs Mahkamah Konstitusi (MK) adalah tren politik kekerabatan itu sebagai gejala neopatrimonialistik. Benihnya sudah lama berakar secara tradisional, yakni berupa sistem patrimonial yang mengutamakan regenerasi politik berdasarkan ikatan genealogis, ketimbang merit system, dalam menimbang prestasi.

Menurutnya, kini disebut neopatrimonial, karena ada unsur patrimonial lama, tapi dengan strategi baru.

“Dulu pewarisan ditunjuk langsung, sekarang lewat jalur politik prosedural.”

Anak atau keluarga para elite masuk institusi yang disiapkan, yaitu partai politik. Oleh karena itu, patrimonialistik ini terselubung oleh jalur prosedural.

Dinasti politik harus dilarang dengan tegas, karena jika makin maraknya praktek ini maka proses rekrutmen dan kaderisasi di partai politik tidak berjalan atau macet.

Hal-hal yang mengakibatkan munculnya dinasti politik:

  • Adanya keinginan dalam diri atau pun keluarga untuk memegang kekuasaan.
  • Adanya kelompok terorganisir karena kesepakatan dan kebersamaan dalam kelompok sehingga terbentuklah penguasa kelompok dan pengikut kelompok.
  • Adanya kolaborasi antara penguasa dan pengusaha untuk mengabungkan kekuatan modal dengan kekuatan politisi.
  • Adanya Pembagian tugas antara kekuasaan politik dengan kekuasaaan Modal Sehingga Mengakibatkan terjadinya KORUPSI

Menurut Zulkieflimansyah seperti dikutip dari situs MK, dampak negatif apabila politik dinasti diteruskan muncul calon instan yang yang tidak melalui proses kaderisasi.

Sebagai konsekuensi logis dari gejala pertama, tertutupnya kesempatan masyarakat yang merupakan kader handal dan berkualitas.

Sirkulasi kekuasaan hanya berputar di lingkungan elit dan pengusaha semata sehingga sangat potensial terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan.

Sulitnya mewujudkan cita-cita demokrasi karena tidak terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance).

Kontrol Kekuasaan Melemah

Fungsi kontrol kekuasaan melemah dan tidak berjalan efektif sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme

Dengan Politik Dinasti membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tapi hal sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasan bukan keluarga.

Di samping itu, cita-cita kenegaraan menjadi tidak terealisasikan karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas.

Maka dari itu, dinasti politik bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di negara kita Indonesia, sebab negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*