
YOGYAKARTA, KalderaNews.com – Pada Rabu, 2 November 2020 lalu, Komisi III DPR telah mengumumkan tujuh nama angota Komisi Yudisial (KY) pada rapat pleno virtual di Senayan, Jakarta. Tujuh nama tersebut telah melewati uji kelayakan dan kepatutan. Salah satu nama yang lolos ialah Staf Ahli Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Prof. Dr. Mukti Fajar ND, SH., M.Hum.
Ia bercerita bahwa untuk lolos menjadi anggota Komisi Yudisial butuh proses yang panjang. Ia menjalani 6 hingga 7 kali tes seleksi yang sudah dimulai sejak bulan Maret hingga Desember ini. Menurutnya, hal ini merupakan panggilan jiwa akademis untuk menerapkan teori yang ia ajarkan di kelas. Ia tidak menampik bahwa adanya kekacauan hukum pada lembaga peradilan.
BACA JUGA:
- Akreditasi Harga Mati Bagi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN)
- Mendikbud: Untung Indonesia Memiliki Muhammadiyah
- DiploFest Ajak Milenial UMY, UII, UPN dan UGM Melek Diplomasi
“Ini adalah panggilan jiwa akademis. Saya merasakan kegelisahan batin ketika setiap kali mengajar di kelas tentang teori-teori yang bicara tentang kebenaran namun praktiknya di lembaga peradilan kacau dan menyimpang dari ilmu yang saya ajarkan,” ungkap Guru Besar bidang Hukum UMY.
Prof. Mukti merasa bahwa masih banyak yang belum memenuhi rasa keadilan. Dengan demikian, lembaga peradilan tidak mendapatkan kepercayaan publik, baik oleh masyarakat Indonesia bahkan internasional.
Hal ini yang memanggil Prof Mukti untuk turun langsung dan memberikan dorongan kepada dosen hukum UMY lainnya untuk berkontribusi memperbaiki sistem peradilan di Indonesia, meskipun dia sadar sangat sedikit dan terbatas waktunya.
”Seharusnya informasi ke publik itu diberikan ketika telah menjadi sebuah keputusan yang final, sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara personal maupun kelembagaan. Doakan saja, agar tim kami, khususnya saya bisa istiqomah, amanah, dimudahkan dalam menjalankan tugas dalam menegakkan hukum yang adil di Indonesia,” ujarnya.
Demi melakukan tugas pengawasan hakim oleh Komisi Yudisial, Prof Mukti melakukan terobosan baru. Ia membuat peraturan untuk mengulas putusan hakim sejak adanya pengaduan dari masyarakat. Hal ini untuk melihat keputusan sebuah hukum yang dibuat oleh hakim.
“Review ini dilakukan bukan untuk mengubah putusan hakim karena bertentangan dengan doktrin Judge made law dan kekuasaan kehakiman yang merdeka, tetapi untuk melihat apakah putusan itu lahir dari alur methodologis yang sesuai dengan logika hukum, sehingga akan nampak putusan yang yang wajar atau putusan yang aneh,” ujarnya dilansir melalui situs resmi UMY.
Ia memaparkan bahwa inovasi tersebut dapat membuat hakim mampu membuat keputusan sesuai nalar hukum. Komisi Yudisial bekerja sama dengan Mahkamah Agung sebagai mitra kerja utama untuk meningkatkan profesionalisme hakim.
“Jadi, Komisi Yudisial sebagai pengawas ekternal harus bersinergitas dengan Mahkamah Agung sebagai pengawasan internal profesionalisme hakim, yang selama ini kurang berjalan dengan baik dibuktikan dengan adanya ribuan laporan namun yang bisa diselesaikan hanya beberapa ratus saja,” ucapnya.
Meskipun mengemban tugas baru, tetapi Prof Mukti tetap memprioritaskan UMY untuk teguh prinsip ketika menjalankan tugas di Komisi Yudisial.
“Ada pesan Pak Rektor kepada saya untuk tetap bertugas dan memikirkan kemajuan UMY. Dari UMY ini karir hidup saya dimulai. Sejauh kemanapun saya pergi, pasti akan kembali. Karena UMY adalah rumah saya,” tandasnya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply