TANGERANG, KalderaNews.com – Kuliah daring (online) akibat pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari 10 bulan. Tak hanya menimbulkan tantangan baru bagi mahasiswa dan dosen dalam inovasi dan kreativitasnya, salah satu efek dari kuliah daring berkepanjangan yang kini dihadapi ialah munculnya ancaman learning loss atau berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis.
Pada dasarnya potensi learning loss terjadi karena berkurangnya intensitas interaksi dosen dan mahasiswa saat proses pembelajaran. Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana, kuota internet, ketersediaan gawai hingga akses internet yang terbatas bisa menjadi daya picunya.
Dean of Faculty of Engineering and Information Technology sekaligus dosen senior di Pascasarjana Swiss German University (SGU), Dr. Maulahikmah Galinium, S.Kom., M.Sc. menegaskan pandemi Covid-19 yang memaksa sistem perkuliahan beralih ke sistem online memang melahirkan sejumlah problematikanya. Ia menyebutkan dua kelemahannya, yakni terkait engagement dan motivasi.
BACA JUGA:
- Kendati Berbasis Kelas Online, Kompetensi Lulusan S2 SGU Tetap Berkualitas
- Program Master of Information Technology SGU Fokus pada Transformasi Digital dan Analisis Malware
- Program Double Degree MA-MM di SGU Bertalian Langsung dengan Dunia Nyata
“Semua materi perkuliahan memang tersedia, tetapi engagementnya agak kurang. Saat kuliah tatap muka (offline), di luar jam kuliah biasanya masih bisa nongkrong dan makan siang bareng, namun karena daring, itu tidak ada lagi. Engagementnya benar-benar berkurang,” terangnya.
Sementara itu terkait motivasi, bukan rahasia lagi bahwa mahasiswa itu mahasiswa yang Senin-Jumat kerja, sehingga pas masuk kuliah dan kumpul pada Sabtu itu bisa refresing.
“Kuliah tatap muka pada hari Sabtu adalah saat untuk refreshing, kumpul dengan temen-temen baru dan bukan teman kantor lalu ngobrol bareng dan diskusi bareng dengan dosen. Itu semua tidak ada lagi saat kuliah online. Motivasi mahasiswa untuk belajar pun menjadi berkurang saat kuliah online.”
Saat kuliah tatap muka, terangnya, tak jarang masalah kantor pun dibawa untuk diskusi di kampus. Engagement yang seperti ini tidak ada lagi sehingga boleh dikata hal ini menjadi salah satu kelemahan sistem perkuliahan online.
“Kendalanya ya engagement itu. Kendala nggak ketemuan itu. Kemudian tugas yang biasanya bisa didiskusikan langsung, tapi kini terpaksa full online. Diskusinya pun jadi agak susah, karena harus janjian juga dengan teman kelompok,” terang lulusan Bachelor of Engineering in Information Technology at Swiss German University dan Master of Science/ Information System at LUND University Sweden.
Kendati kuliah online hadir dengan sejumlah kelemahan, diakuinya, perkuliahan daring sebenarnya bisa melahirkan program-program baru yang visioner asal kelemahan itu mampu dicarikan solusinya.
First winner of Outstanding Lecturer in Kopertis Region IV 2015 lalu itu pun menegaskan sistem perkuliahan daring di Program S2 SGU mengganti interaksi offline yang sulit dilakukan dengan interaksi chat langsung atau group mata kuliah yang lebih intensif.
Nah, mengingat dari sisi kurikulum di tidak membedakan kelas offline maupun online dan tidak membedakan jumlah jamnya alias jumlah jam mau offline atau online tetep segitu maka intensitas komunikasi dosen dan mahasiswa yang lebih intensif menjadi kuncinya.
“Kurikulum tidak ada perubahan sama sekali. Perubahannya hanya di sisi media penyampaiannya yang sebelumnya ketemu tatap muka, sekarang menjadi online. Karena tidak ada lagi tatap muka maka solusinya melalui video call dan pemberian tugas-tugas. Mahasiswa ditantang untuk lebih pro aktif,” tandas lulusan program Doctor of Computer Science at University of Rome Torvergata.
“Begitu juga dengan dosennya yang biasanya ketemuan, tapi karena sekarang lagi nggak bisa ketemuan langsung, maka dosen wajib meluangkan waktu lebih lama dibanding saat offline. Waktu yang dibutuhkan saat online harus lebih banyak dan intensif.”
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply