Dalam survei yang dilakukan dari 29 April hingga 1 Mei itu, terungkap pula bahwa responden semakin banyak meluangkan waktu untuk membaca buku di masa pandemi. Dari rata-rata 3,5 jam per minggu (sebelum pandemi) menjadi 6 jam per minggu.
Tentu menarik mencari tahu apa penyebab perubahan selera ini. Mengapa di masa sulit dan juga masa berduka ketika banyak orang kehilangan anggota keluarga dan sahabat , justru kisah-kisah kriminal yang jadi pilihan bacaan. Padahal kesan umum tentang cerita kriminal adalah suasana penuh konflik, pertumpahan darah, orang-orang jahat dan hal-hal menyeramkan. Mengapa hal itu justru disenangi pembaca.
BACA JUGA:
- Pastoralisme Kota Kecil dalam Lagu-lagu Didi Kempot
- Glorifikasi Stafsus Milenial yang Berakhir Tragis
- Stereotip Rasial di Tengah Wabah Covid 19
- Epitome: Tangis Suster China di Tengah Wabah Corona
- Revitalisasi Kosa Kata untuk Tingkatkan Kompetensi Menulis
- Beda Bahasa Politisi dan Peneliti
The Guardian yang menulis fenomena ini pada laporan berjudul Research Finds Reading Books has Surged in Lockdown pada 15 Mei lalu, mewawancarai salah seorang penulis kenamaan Inggris, Louise Doughty. Dan jawabannya tak kalah menarik.
Menurut Doughty, adalah salah bila mengasumsikan di masa sulit orang menginginkan bacaan ringan dan kisah-kisah yang menyamankan hati. Yang diperlukan orang di masa krisis, kata anggota Royal Society of Literature Inggris itu, adalah bacaan yang membuat ‘terhisap’ dan tenggelam pada kisah. Pembaca mencari buku yang benar-benar dapat menarik perhatiannya secara total. Dan, cerita-cerita kriminal memainkan peran itu.
Leave a Reply