JAKARTA, KalderaNews.com – Vox Point Indonesia dan NU Circle mengadakan webinar bertema “Mengukur Kinerja Mendikbud: Antara Survei dan Kenyataan.” Pada webinar hadir Retno Listyarti dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang persiapan buka sekolah di tengah pandemi.
Ia menjelaskan bahwa memang membuka sekolah salah satunya adalah desakan orang tua. Prinsip Surat Keputusan Bersama (SKB) sekarang secara gampang adalah buka sekolah tanpa melihat zona. Lalu, KPAI memberikan masukan terkait hasil pengawasan kesiapan sekolah tatap muka.
“Catatan dari KPAI bahwa SKB 4 Menteri itu sama sekali tidak berbicara sanksi. Menutup sekolah ketika ada kasus apakah itu sanksi? Kemudian, bagaimana jika sekolah membuka lalu melanggar, padahal itu kasusnya dari sekolah,” herannya.
BACA JUGA:
- Pembelajaran Tatap Muka Akan Dimulai Tahun Depan, Ini Rekomendasi FSGI dan KPAI
- Cara Esensial Biasakan Siswa Pakai Masker
- Pemda Harus Pertimbangkan 10 Faktor Ini, Jika Ambil Keputusan Sekolah Tatap Muka
Lalu, ia berterus terang bahwa jangan berharap semua daerah peduli dengan pandemi Covid-19. Menurutnya, tidak ada ukuran pasti bahwa pemerintah daerah benar-benar peduli dengan pandemi dan keadaaan tenaga pendidik serta siswa.
“Menurut saya bentuk keterbukaan merupakan upaya untuk pencegahan (Covid-19) dari pemda. Sebenarnya, ketika merelaksasi SKB 4 Menteri, lalu menyerahkannya kepada pemerintah daerah, walaupun nanti pusat ada, menurut saya tidak bisa begitu karena menyerahkan ke pemda itu menakutkan. Kita tidak bisa mengukur seberapa jauh pemerintah daerah peduli,” ujarnya.
Ia melanjutkan bahwa dari aspek sekolah masih banyak yang belum mengerti membuat Satuan Operasional Prosedur (SOP) yang ideal. Sekolah harus memiliki ruang isolasi darurat dan MOU dengan dinas kesehatan sebelum membuka sekolah.
“Dalam SOP, ada namanya situasi darurat ketika seorang anak datang dengan suhu 37,3. Maka dia harus berada di isolasi sementara dan enggak boleh di UKS. Isolasi sementara ada di dekat gerbang supaya jika Covid-19, maka tidak menyebar,” tegasnya.
Lalu, siswa duduk di ruang isolasi selama 30 menit untuk mengetahui apakah panasnya berasal dari terik matahari atau bukan. Jika bukan, maka sekolah telepon orang tua untuk menjemputnya. Akan tetapi, jika orang tua bekerja, maka sekolah harus memanggil tenaga kesehatan. Maka dari itu, sekolah juga harus memetakan jarak dengan fasilitas kesehatan terdekat.
KPAI datang 8 provinsi, 21 kabuptaen/kota, 48 sekolah dari jenjang SD, SMP, SMK, kecuali TK dan SLB. Masih banyak sekolah yang tidak membuat SOP khusus anak yang naik kendaraan umum dan memang tidak memiliki kendaraan pribadi.
“SOP Khusus misalnya tidak memakai seragam ketika berangkat sekolah. Seragamnya disimpan dulu, berangkat dengan baju bebas, kemudian pakai masker. Sampai di sekolah diukur suhunya, cuci tangan, disinfektan, lalu sekolah sediakan ruang ganti sesuai jumlah siswa yang memakai transportasi umum,” jelasnya.
Agar ruang ganti sesuai jumlah dengan kondisi steril, maka sekolah harus lakukan pemetaan anak-anak yang naik sekolah dengan kendaraan umum, Dengan begitu, seragam yang masuk ke kelas benar-benar steril.
Retno berharap temuan KPAI berdasarkan data dan fakta bisa jadi catatan nasional. Ia pun tidak luput mempertimbangkan keadaan sekolah di daerah yang akan melaksanakan pilkada.
“Kami merekomendasikan 270 kabupaten/kota yang ada pilkada tidak membuka sekolah terlebih dahulu. Tunggu landai dulu. Kalau kita ingin melindungi anak-anak dan guru, tunggu terlebih dahulu berapa kasus karena pasti terjadi pelonjakan kasus,” paparnya.
Lalu, KPAI sangat meminta sinergi pemerintah pusat dan daerah terjadi, terutama dinas kesehatan. Terakhir, ia berharap pemenuhan protokol kesehatan itu rinci.
“Dari seluruh sekolah yang kami datangi, itu hampir dan hanya satu yang sempurna. Kami berharap 15 protokol kesehatan dari KPAI bisa diterapkan di semua sekolah,” harapnya sembari menjelaskan SOP ideal lainnya.
Ia sangat menyadari bahwa materi sekolah harus bisa campuran, yaitu daring dan tatap muka. Maka dari itu, KPAI memberikan rekomendasi untuk pengelompokkan materi berdasarkan tingkat kesulitan.
“Kita tidak bisa sepenuhnya tatap muka. Untuk pembelajaran tatap muka (PTM) harus ada arahan pengelompokkan materi sulit dan mudah dipahami. Jangan sampai PTM guru memberikan tugas, jadi PTM fokus memberikan materi saja, dialog, interaksi antara siswa dan guru. Lalu, kami meminta ada uji coba terlebih dahulu,” tegasnya.
Guru juga harus berlatih memakai masker. Ketika masker diturunkan untuk berbicara, maka murid akan mengikuti. Guru harus tahan selama pembelajaran dan berbicara wajib pakai masker tanpa membuka sama sekali.
“Latihlah anak – anak memakai masker saat PJJ. Orang tua juga jadi model untuk rajin cuci tangan dan pakai masker,” tandasnya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply