Kamu akan lebih yakin tentang hal ini bila membaca sebuah paper hasil penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan Proceedings of the National Academy of Sciences. Paper itu ditulis oleh Catherine Thomas, seorang mahasiswa Ph.D di bidang Psikologi di Stanford’s School of Humanities and Sciences.
BACA JUGA:
- Unik, Robot Wakili 532 Peserta Wisuda Daring Universitas Kristen Satya Wacana
- MAN 2 Kulon Progo Masuk Top 99 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik
- Valentino ‘Jebret’ Simanjuntak Berdebat dengan Istri Sebelum Daftarkan Anak ke Sekolah PENABUR
- Digitalisasi SDM Usia Muda, Pemkab Dairi Lirik Kampus SGU dan Telin
- Stafsus Milenial Ini Gencar Bertemu dengan Pelaku Dunia Usaha Kuliner, Ada Apa Ya?
- Dr. Eddy Keleng Ate Berut: Kabupaten Dairi Sangat Terbuka untuk Investor Digital dari Luar
- Ini Jadwal Lengkap Pencairan Dana KJP Plus dan KJMU DKI Jakarta
- Sekolah Swasta Bisa Dapat Dana BOS Afirmasi dan Kinerja 60 Juta, Ini Ketentuan Lengkapnya
Catherine Thomas bersama Nicholas Otis, seorang ekonom dari University of California, Berkeley, memimpin sebuah tim dari Stanford melakukan penelitian tersebut. Anggota timnya yang lain adalah Hazel Markus, Profesor Davis-Brack di bidang Ilmu Perilaku Stanford Univesity, Gregory Walton, associate professor bidang Psikologi Stanford University, serta Justin Abraham dari University of California-San Diego.
Paper tersebut membahas dampak dari pilihan kata dalam wacana yang menyertai pemberian bantuan sosial oleh lembaga-lembaga donor internasional. Bagaimana sebaiknya wacana yang dibangun ketika menjalankan program bantuan sosial di negara-negara yang menjadi sasaran.Apakah ada signifikansi wacana itu atau biasa-biasa saja.
Leave a Reply